Terhempas dan akhirnya mati.
Bagaimana
aku bisa mendeskripsikan hidup ini, sulit tanpamu. Iya, sulit tanpamu ada di
sini, sulit tanpamu jika semomen saja kamu tak bertanya padaku. Sesulit aku
mengikuti apa mau daun-daun jatuh berguguran setiap aku melewati jalan itu.
Sesulit aku bernafas saat aku menangis meratapi perasaan absurd ini. Entah
perasaan apa, perasaan gila yang semakin menjadi, gila karena siapa? Entah,
tapi aku ingin ini bukan gila karena kamu. Tapi bodoh sekali, aku tetap saja tak
ingin seorang pun menjustifikasi jika aku gila karena perasaan yang membuat aku
menangis setiap mengingatmu, setiap malam, setiap pagi, bahkan saat hendak
meninggalkan senja.
Hei
kamu, aku tak menyuruhmu juga merasakannya. Merasakan saat aku sakit
mengingatmu, saat aku hanya bisa membaca pesan-pesanmu di inbox handphoneku, saat
aku melihat daftar panggilan masuk di list handphoneku,
saat aku ingat momen itu, momen apa? Ah, lupakan, mungkin tak berarti banyak
bagimu. Gila bukan, apa ini? Aku tak mau ada satu manusia yang dapat
mengidentifikasi perasaanku ini. Aku juga tak ingin mengatakan aku lelah, aku
hampir mati (kalimat bodoh manusia primitif zaman bahula).
Hei
kamu, tulus itu tak pamrih, tulus itu tak berharap disambut kembali, tulus itu
tak ingin menyakiti, tulus itu suatu elemen rasa yang tak dapat dengan mudah
terdeskripsi. Hei kamu, tulus itu seperti ini mungkin, seperti perasaan
absurdku ini padamu. Pada kamu manusia yang membuatku hampir menjadi sosok aneh
setiap mengingatmu, tersenyum sendiri, tertawa sendiri, bahkan menangis sedih
tersendiri. Seperti ini tuluskah? Atau aku terlalu pengecut untuk mengatakan
apa yang aku rasakan setiap aku ingin membangkitkan semangatku.
Aku
hanya bisa melihatmu dalam bayang-bayang kaca samar. Aku hanya bisa memandangmu
dalam pantulan-pantulan sinar abstrak. Aku hanya bisa memikirkanmu dalam sisa
imaji kelabu. Aku hanya bisa mengatakan yang aku rasa pada bayangan separuh
hatimu yang masih diterbangkan Tuhan. Aku ingin menyakini separuh itu aku, atau
mereka yang lain?
Aku
tak ingin subyektif memandangmu,
Karena
kamu samar dalam kamuflaseku.
0 komentar:
Posting Komentar