Urbanisasi:
Estafet Menuju Perbaikan Pendidikan
Oleh: Afifah Qodri Rinjani*
Pendidikan
merupakan salah satu eskalator dalam mengubah garis kehidupan seeorang. Kalimat
tersebut kiranya tepat mewakili sebuah fenomena betapa pentingnya pendidikan
bagi semua. Pendidikan nyatanya merupakan cara ampuh sebagai tongkat estafet
pemutus rantai kemiskinan. Iya benar, dari pendidikan maka seseorang bisa mengubah
strata status sosialnya. Pendidikan ditujukan bagi si kaya, si miskin, si pejalan kaki
bahkan si pengendara merci, bagi yang
duduk berjejal di emperan toko, sampai pada mereka yang duduk santai di sofa yang
empuk, hal tersebut merupakan suatu fenomena yang mencerminkan pendidikan
memanglah diperuntukkan bagi semua, tidak memandang status sosial bahkan ras
maupun agama.
Berbicara
mengenai pendidikan tidak lepas dari perannya sebagai salah satu fasilitator
yang menciptakan kesejahterakan kehidupan masyarakat. Seperti kita tahu sekolah
merupakan lembaga yang menjalankan sistem pendidikan. Sekolah merupakan salah
satu ciptaan kaum intelektual yakni kaum empiris yang dirancang sedemikian rupa
untuk suatu tujuan tertentu. Tujuan-tujuan tertentu tersebut kemudian
diadaptasi dan diolah oleh suatu wilayah melalui pemerintahannya, untuk satu
tujuan yang diperlukan wilayah tersebut. Salah satu tujuan dari pendidikan adalah
sebagai fasilitator yang dapat meningkatkan taraf kehidupan masyarakat, atau
bisa dibilang pelaku pendidikan itu sendiri. Hal tersebut seperti analisis dari
sebuah teori yang dikemukakan oleh Djuju Sudjana (1996:31), ia menyatakan modal itu dalam
dirinya sendiri yang tersirat dalam human
capital theory, bahwa manusia merupakan sumber daya utama, berperan sebagai
subyek baik dalam upaya meningkatkan taraf hidup dirinya maupun dalam
melestarikan dan memanfaatkan lingkungannya. Jadi, sebagai pelaku yang
menggunakan salah satu fasilitator yang bertujuan sebagai peningkat taraf
kehidupan, manusia sudah bersimbiosis mutualisme dengan sistem yang memang
diciptakan sebagai peningkat kesejahteraan masyarakat.
Pendidikan merupakan upaya manusia meningkatkan harkat dan
martabat. Hal tersebut seperti pernyataan Rusli Lutan (1994), ia mengatakan pendidikan
pada hakekatnya tetap sebagai proses membangkitkan kekuatan dan harga diri dari
rasa ketidakmampuan, ketidakberdayaan, dan keserbakekurangan. Dari pernyataan
Rusli Lutan tersebut dapat dianalisis, bahwa untuk membangkitkan kekuatan dan
harga diri dari rasa ketidakmampuan, ketidakberdayaan, dan keserbakekurangan,
manusia sebagai pelaku pendidikan dapat melakukan berbagai cara agar memperoleh
pendidikan yang merupakan eskalator peningkat taraf hidup masyarakat. Cara-cara
tersebut beraneka ragam, salah satunya adalah urbanisasi. Urbanisasi merupakan
suatu kegiatan perpindahan penduduk dari desa ke kota atau bisa dikatakan juga
perpindahan penduduk dari daerah kecil ke pusat pemerintahan. Kegiatan tersebut
juga merupakan salah satu program pemerintah dalam upaya pengentasan kemiskinan
atau peningkatan kemampuan finansial seseorang.
Korelasi antara pendidikan dan urbanisasi terlihat dari
tujuan seseorang tersebut melakukan kegiatan urbanisasi. Urbanisasi seringkali
dilakukan untuk menaikkan derajat kehidupan seseorang, terlebih untuk sekadar
mendapatkan pendidikan yang layak. Seperti studi kasus yang dilakukan di
Alun-alun Kota Malang awal April 2012. Salah satu objek studi kasus tersebut
adalah seorang bapak penjual Tahu Sumedang berinisial (SN), ia melakukan
urbanisasi dari desa terpencil di Kabupaten Sumedang ke Kota Malang bukan hanya
sekadar untuk mendapatkan penghidupan yang lebih baik, dalam arti dapat
mencukupi kehidupan keluarga, lebih dari itu ia mengatakan melakukan urbanisasi
untuk menyekolahkan anak-anaknya, agar keturunannya dapat memutus rantai
perekonomian keluarga yang kurang memadai.
Evidence
konkret di atas menunjukkan bahwa seseorang akan melakukan berbagai cara untuk
memperoleh pendidikan secara optimal. Bagi sebagian orang hal tersebut tidak
dapat dipungkiri, mengingat tingkat kemakmuran satu kota dengan kota yang lain
memanglah berbeda. Tingkat kemakmuran satu kota dengan kota yang lain sendiri,
salah satunya dapat dilihat dari upah minimum regional (UMR) yang sudah
ditetapkan suatu daerah tersebut. Walaupun tidak semua masyarakat merasakan dan
mendapatkan UMR, karena tidak semua masyarakat merupakan pekerja sektor swasta.
Untuk suatu
perbaikan dibutuhkan suatu tindakan. Begitu juga yang dilakukan oleh bapak
berinisial (SN), ia melakukan urbanisasi karena merasa kurang sesuai dan kurang nyaman jika harus stagnan dalam posisi pra urbanisasi. Tuntutan biaya kehidupan
yang semakin meningkat, meliputi kebutuhan sehari-hari hingga biaya sekolah
anak, membuatnya mengambil tindakan urbanisasi. Di sini lagi-lagi pendidikan
merupakan alasan untuk melakukan perbaikan taraf kehidupan seseorang. sama
halnya ketika kita mengetahui fungsi dan tujuan dari pendidikan itu sendiri.
Sebagai civitas akademika yang mendalami dan konsentrasi
program di bidang pendidikan, sudah tentu mendapatkan teori mengenai fungsi dan
tujuan dari diadakannya pendidikan itu sendiri. Namun, sebagai civitas akademika yang dipersiapkan
untuk terjun langsung ke masyarakat suatu saat nanti, penggalian dan
implementasi dari teori yang didapat untuk mengkaji suatu hasil sistem
pendidikan haruslah sering dilakukan. Hal tersebut dikarenakan agar calon
pendidik lebih peka terhadap realita kehidupan sosial dalam bermasyarakat,
terutama yang erat kaitannya dengan pendidikan, sehingga fungsi dan tujuan
pendidikan yang telah diketahui teorinya dapat terimplementasi.
Pendidikan
merupakan pilar utama pembangunan nasional. Pendidikan dapat mengubah segala
aspek kehidupan, mulai politik, stabilitas keamanan, hingga ekonomi. Urbanisasi
dengan konsep yang telah disediakan dan dengan struktural sistem yang bagus
ternyata memiliki andil yang cukup besar dalam menyukseskan pendidikan bagi semua
(education for all). Tidak hanya
urbanisasi bagi pendidikan, bahkan sumbangsih pendidikan bagi tujuan urbanisasi
itu sendiri. Banyak jalan menuju ke Roma, banyak hal yang bisa dilakukan untuk
turut serta menyelesaikan benang merah pendidikan di Indonesia, bukankah
begitu?
0 komentar:
Posting Komentar