Perbedaan itu indah,
katanya. Perbedaan itu bagaikan komponen dan unsur yang saling melengkapi.
Perbedaan itu bagaikan satu sistem yang akan merangkai mozaik menjadi lebih
indah. Perbedaan itu komplek, perbedaan itu padunan-padunan aroma yang belum
memadu padahal berasal dari satu paduan unsur pembentuk yang teramat padu.
Perbedaan itu katanya seperti si kaya dan si miskin, si cantik dan si buruk
rupa, si kurus dan si gendut, si pendiam dan si cerewet, si cerdas dan si
bodoh, dan kataku mungkin seperti si kamu dan si aku.
Namun anehnya aku
merasakan perbedaan itu bagaikan suatu hal yang akhirnya menjadi suatu jurang
pemisah. Jurang kesenjangan yang terbentuk akibat ketidakpekaan yang memiliki
dominasi lebih tinggi kepada si pemilik dominasi yang dianggap lebih rendah yang
seharusnya lebih diayomi. Apakah kamu pernah tahu perbedaan itu adalah seperti
kita, iya kita, dua manusia ciptaan Tuhan yang satu namun memiliki banyak hal
yang sering disebut perbedaan.
Tuhan menciptakan manusia
dengan cara yang sama, namun di mayapada ia disembah dengan cara yang berbeda.
Kamu menggenggam tangamu saat mengingat Tuhanmu dan aku menancapkan dahiku saat
mengingat Tuhanku. Kamu pergi ke bangunan yang disebut gereja sedangkan aku
pergi ke bangunan yang disebut mushola. Kita mengatakan Tuhan kita ‘Allah’
dengan intonasi vokal yang tak sama. Lalu apakah ini sebuah perbedaan? Apakah
ini sebuah hal yang disebut dengan ketidaksamaan yang menurut banyak orang bisa
disebut dengan kata lain perbedaan.
Apakah ini perbedaan?
Kamu naik mobil aku jalan kaki, kamu putih sipit seperti cina aku mutlak tulen
seperti jawa, kamu cerdas dan aku biasa saja, kamu dari keluarga berada dan aku
dari keluarga sederhana, kamu dewasa dan aku seperti anak-anak, kamu simpel serta easy going dan aku kaku serta sensitif, dan ini yang membuatku kita
semakin berbeda, aku teramat sering mengingatmu dan kamu teramat sering tidak
pernah mampu membaca situasi itu. Apakah itu semua perbedaan?
Kita memang selalu
berbeda. Berbeda dalam segala rupanya, polanya, lakunya, bahkan sampai hal-hal
yang tak terlihat pun kita memanglah berbeda. Kita berbeda, tetapi aku masih
berharap perbedaan kita indah seperti mereka. Mereka yang akhirnya bersatu
dengan perbedaan yang dibuat indah bukan subtitusi. Perbedaan dengan segala
rasa peka yang dimiliki. Perbedaan dengan koridor menoleransi, dan ini
perbedaan dalam balutan rasa dari Tuhan. Rasa yang akhirnya dapat menepis
perbedaan. Rasa yang akhirnya dapat menjadikan aku dan kamu menjadi kita, menjadi
kami, dan menjadi satu dari sekian cerita yang akhirnya disebut mereka. Aku
masih percaya perbedaan itu indah dalam waktuNya.
0 komentar:
Posting Komentar