Aku pun memilih untuk melaju. Meneruskan hidupku sendiri. Menuntaskan setiap mimpiku yang sempat terhenti. Menyambung kembali patahan-patahan rasa yang kukira tak sesuai espekstasi. Iya, aku telah memilih untuk berhenti, pelan-pelan melupa segala hal yang kau sebut memberi.
Selamat malam Ray, malam ini pertama kali kuselesaikan
tulisanku kembali, tulisan yang aku sendiri tak pernah tau bernama apa dan kau
sebut apa. Aku tidak sedang menuangkan perasaanku sendiri. Aku pikir
kamu akan mengerti, tulisan yang tertuang tak bermakna lebih dari curahan hati
perempuan yang telah gagal memahami keadaan. Iya, aku telah gagal dalam
menciptakan suatu kondisi yang dapat mempertemukan nasib kebersamaan kita. Aku
menyerah katamu, iya katamu aku menyerah untuk mempertahankan. Menyerah dengan
segala keadaan yang tidak pernah kita temukan titik temunya. Menyerah dan
memilih untuk mengakhiri tanpa belum sempat kita memulai. Sekali lagi tidak
akan ada tuangan secangkir susu di pagi hari, dan tidak akan kau temui sajian
selai pada roti yang katamu selalu kusisipi dengan senyum penambah rasa
kasih. Hari-hariku berat, hingga aku lupa berapa takaran sambal yang
kuperbolehkan jika engkau ingin memakan bakso di ujung gang rumah kita, kamu
bilang ‘aku kok kepedasan sayang, kamu lupa?’, aku berkilah.
-bersambung-
0 komentar:
Posting Komentar