Jumat, 19 Juli 2013

Terima Kasih (Calon Engineer Gadjah Mada)

Lagi-lagi kamu yang membuatku merasa tersanjung, mengirimi aktivitas biasa, hanya menyukai status, cukup sering memberi komentar dan mengirimiku pesan. Kamu seakan menjadi teman yang menyenangkan, walaupun kita memang teman. Iya, teman nyata. Kutahui namamu, perjalananmu dari semasa kita putih abu-abu hingga sekarang kamu bersama patih Gadjah Mada dan aku bersama Raja Brawijaya.

Lagi-lagi kamu. Iya, kamu yang akhir-akhir ini menawarkan setiap dimensi cerita yang berbeda. Kamu yang kutahui juga berbeda, entah berbeda atau entah aku yang kurang memperhatikan ini semua. Satu hal yang jelas, semua ini menyenangkan. Iya berteman dengan seseorang yang menyenangkan, tanpa tuntutan dan merasa bebas terpantau.

Lagi-lagi kamu. Bukan teman baru, hanya saja kamu yang sedang mengajariku dan menempaku agar tak menjadi perempuan yang mudah merasa tersanjung. Nyatanya kamu berhasil, iya, kamu berhasil, berpuluh-puluh kali kamu melakukan hal-hal yang sederhana, dan baru kali pertama bukan aku mengirimu sebuah tulisan ini. Iya tulisan ucapan terima kasih karena menjadi teman yang menyenangkan.

Berjalan, melangkah, dan kita berbeda. Berbeda banyak hal dalam sedikit versi. Ini bukan tentang mayoritas keras kepalanya anak teknik yang cenderung tegas, ini tentang warna-warna yang belum mampu aku satukan. Harusnya aku bisa membuat satu pandangan lebih indah dari semua ini. Kamu bukan kunang-kunang, kamu punya mimpi tinggi sama seperti aku. TAPI MIMPI KITA BEDA, bukankah begitu?

Hei kamu, iya kamu. Siapa lagi? Terima kasih sudah berhari-hari menjadi teman yang kasinya mampu terasa walau jauh. Bukan tentang cerita lain, satu bagian ini hanya untuk kamu. Menyenangkan itu bukan hanya ketika bisa berbagi, bukan melulu soal hidupku. Kamu itu juga pelanginya, iya... Pelangi yang saat ini membuat warna-warni semakin nyata. Masuk untuk menyelesaikan sarjana pada tahun yang sama, ITU YANG KUTAHU PASTI tentang kamu, aku belum tahu yang lain. 

Apa Kabar Sipit? Selamat Pagi!

Beratus-ratus hari kamu menemani
Beratus-ratus hari kamu belajar mengerti
Beratus-ratus hari kamu mengajakku bermimpi
Beratus-ratus hari, dan penantian itu hingga kini.

Apa kabar sipit? Apa kabar bawel? AKU MERASA LEBIH BAIK DENGAN KEDIPAN MATA SIPITMU. Aku tak pernah lagi berani menghitung berapa ratus harikah hari ini pasca kabar berhentak yang pernah terjadi di kotamu saat itu. Iya, saat kamu nyatakan padaku satu kabar yang TIDAK BISA MEMBUATKU MENETESKAN AIR MATA, tetapi mengubah banyak hal dalam hidupku. Aku masih melangkah lebih ingin maju ketika kusimak apa yang kamu bicarakan.

You look more beautifull than yesterday. Terntu kamu masih ingat kalimat tersebut bukan? Kamu tidak pernah membuat diriku tersanjung, iya, karena aku telah menyiapkan penangkal sejak awal perjumpaan itu. Aku merasa menjadi wanita yang lebih bisa menghargai setiap kalimat yang kau utarakan, aku merasa lebih baik ketika aku tidak mudah GR atas setiap tindak lakumu, dan SAAT ITU MERUPAKAN FASE PALING NYAMAN, iya, di mana kamu menyanjung dan aku hanya mengucapkan terima kasih. ITU SEDERHANA.

Melangkah dengan pasti dan semakin berani bermimpi. ITU yang selalu kamu bisikan beratus-ratus hari dalam kebersamaan kita. KAMU TIDAK PERNAH MEMBUATNYA DATAR TANPA CERITA. Ketika rasa sakit itu datang bersama, ketika tertawa lepas itu selalu kamu ciptakan, dan ketika kamu selalu mengajariku mandiri dengan selalu membuatku membuka pintu mobilmu dengan sendirinya. SEMUA ITU SEDERHANA, dan SEMUA ITU MEMBEKAS. Entah berapa ratus bahkan ribu hari lagi semua kisah ini akan membentuk satu cerita yang utuh, iya, cerita yang akan selalu menjadi ingatan-ingatan pahit menjadi manis, gengsi menjadi tertawa lepas, dan selalu menjadi cerita-cerita tersembunyi dalam hari-hari kita.

KEBERSAMAAN DAN KETIDAKBERSAMAAN KITA HARI INI ADALAH PILIHAN. Secerdas kita memilih, KUASA TUHAN AKAN MENUNJUKKAN AKHIRNYA. Aku masih percaya, kedipan mata sipitmu itu akan setiap pagi menghiasi coretan-coretan mimpi yang menyatu, kedipan mata sipitmu itu akan bersua dengan mata belok dan hidung mekrok. Sering semua ini tak jarang membuatku merasa bahwa bersama dengan seseorang yang kamu sebut Mbulet adalah cara menghantarkan kasih yang begitu sederhana. BERATUS-RATUS HARI KITA SEMAKIN BERMAIN TEKA-TEKI, selalu mengartikan sendiri bagaimana sikap yang saling kita tunjukan, dan menebak sendiri berapa ribu hari semuanya akan menepi. TUHAN MAHA PEMBOLAK-BALIKAN HATI, begitu pula hati kita bukan? Mungkin rindu kita berbalut malu, kamu terlihat semakin sipit. Selamat pagi, mungkin Mataram akan membuatmu melihatku menangis lagi...