Sabtu, 17 Agustus 2013

Belajar Mengenal Madura #bagian dangkal

Happy weekend sahabat Rinjani. Sabtu ini saya akan memberikan argumentasi berupa celotehan-celotehan saya mengenai Madura. Betul, Madura yang dulu sering saya dengar sebagai kota Garam *katanya di Indonesia. Sebuah pulau yang terletak di ujung Jawa Timur, memiliki beberapa kabupaten di dalamnya. Madura identik dengan panas dan gersang *katanya. Menyelipkan tanda bintang dan ‘katanya’ merupakan salah satu bentuk bahasa yang tepat karena saya belum pernah mengunjungi Pulau Madura tersebut.

Okay kita atur cerita yang akan saya ceritakan. Berbicara dengan Madura identik dengan kegiatan Study Tour saya ketika kelas XI di MAN 2 Madiun. Saat itu secara tidak sengaja atau sengaja, bus yang kami naiki memasuki jembatan Suramadu, kami tidak berhenti dan tidak turun dari bus tersebut. Hanya melewati saja, melewati. Lalu jika mendengar Madura, ingatan saya juga kembali terkuak dengan kisah saat Pesantren Kilat di Jombang goes to Campus *apaan sih namanya. Saat itu kami diajak mengunjungi Jembatan Suramadu lagi, lebih beruntung bus yang kami naiki berhenti dan sedikit banyak saya bersama teman-teman mulai menginjakkan kaki di tanah yang memang rasanya berbeda dengan tanah Jawa. Eitsss...bukan diskriminasi loo... *hawanya saja.

Itu seklumit tentang saya dan Madura versi lokasi. Ingin tahu Madura menurut saya dengan metode analisis? Laaa,,, kalau yang ini berawal dari kunjungan bapak Zawawi Imron *kalau yang sastrawan pasti pada kenal, minimal suka sastra. Beliau berkunjung ke Universitas Brawijaya pada tahun 2011 akhir, pada saat itu saya iseng-iseng ikut membaca puisi, malamnya bapak Zawawi ini mengisi sejenis kuliah tamu. Siapa sangka siapa duga, karena saya baru pertama kali mendengar namanya beliau berasal dari Sumenep Madura. YES, Sumenep kabupaten paling ujung dari Pulau Garam ini. Kabupaten yang setahu saya dari cerita teman saya merupakan kabupaten yang dahulunya berdiri sebuah kerajaan/ keraton. Balik ke Pak Zawawi ya, beliau begitu mencintai sastra, lebih dari suka, dan sungguh-sungguh luar biasa karyanya, coba deh sekarang pada baca karya beliau, minimal yang judulnya IBU. Bahasanya lantang dan mengena.  

Masih bergumal dengan Madura, kebetulan pagi ini saya membaca Majalah Mimbar Pembangunan Agama (Majalah dari Kementerian Agama), saya terbiasa membaca majalah tersebut sejak saya mulai mengenalnya. Kira-kira ya sejak saya masih di MTsN Kedunggalar-Ngawi, bapak yang kebetulan bekerja di bawah nanungan Kementerian Agama selalu mendapatkan majalah tersebut, ndak teliti juga sih berapa kali terbit dalam satu tahun. Langsung ya, saya menemukan karya-karya puisi yang dimuat minimal dan mayoritas pasti karangan dari warga Madura dan serius rata-rata Sumenep. Wah... apa keturunannya Romo Zawawi Imron semua ya. Mungkin kebetulan mungkin juga memang masyarakat di daerah tersebut terbiasa bercerita dan bergumal dengan kata-kata puitis. Jadi apa kesimpulan saya?

Kesimpulan saya Sabtu ini adalah bahwa saya mulai belajar mengenal Madura, saat saya belajar mengidentifikasi saya menemukan bapak Zawawi Imron seorang sastrawan luar biasa, secara kebetulan saat saya membaca Mimbar Pembangunan Agama, saya menemukan juga karya mayoritas dari pulau Garam tersebut, dan ditarik garis mereka berasal dari Sumenep. Lalu ada apakah dengan Sumenep? Wah... itu yang belum bisa saya simpulkan.

Begitulah cerita saya sabtu ini sahabat Rinjani. Saya masih akan kembali dengan cerita-cerita saya selanjutnya. Jika masih pada penasaran tentang Madura, next time saya akan kembali menceritakan tentang pulau tersebut. Harapannya pasti dengan cerita yang lebih real? Bagaimana caranya? Pasti dan pasti dengan kegiatan mengunjungi pulau tersebut. Semoga saja terlaksana. Okei, sekian dulu ya bagi-bagi cerita Sabtu ini, semoga sedikit banyak membawa manfaat. MENULISLAH, DENGAN MENULIS DUNIA AKAN MENGENALMU J

Kamis, 15 Agustus 2013

Rabu, 14 Agustus 2013

Catatan Sore #Temuan Teman


Terima kasih untuk penempatan Swiss dan Rinjani dalam deretan mimpinya :)
Hampir saja tidak percaya, tapi nyatanya benar-benar sudah tertuliskan, tidak hanya dalam ingatan, tetapi juga tulisan.

Man Jadda Wa Jada, semoga menjadi nyata karenaNya :) 

CATATAN SORE #LAGI

Jangan pernah takut untuk memberi, karena sesungguhnya apa yang kita miliki semuanya merupakan pemberian. #Termasuk memberikan hati kita untuk orang lainkah? 
- Catatan selepas makan bakso di Kota Ngawi, masih bakso Goyang Lidah depan BRI -

Iya, Kami Berteman

Pegang Tiket Mallabar, rasanya langsung keingat Malang. Wah...ndak terasa beberapa hari lagi saya akan memasuki semester lima. Semester yang katanya sudah ndak bisa dibuat santai lagi. Semester yang katanya kudu wajib dan amat sangat serius buat lebih memperdalam ilmu akademiknya (padahal juga harusnya dari semester satu)*eaaa... Semester lima kali ini akan diawali oleh rasa terima kasih kepada teman-teman yang cukup memberi saya pengaruh dalam meniti baik awal dan pertengahan kehidupan di kampus. Beberapa garis besar akan saya ceritakan di sini.

Entah mengapa saya merasa belum dapat mengatakan mereka sebagai sahabat, bagi saya ini adalah pertemanan yang lebih. Iya lebih baik *mungkin kami bersahabat. Namun istilah teman di telinga saya lebih populer ketimbang sahabat, *bukan trauma sama kata sahabatan looo. Kata teman mengidentikan bahwa kita sudah menjalaninya lebih, kita sama halnya berkawan, berpacu, dan kami pernah menjalani asam manis bersama. Menjadi teman yang baik tidaklah selalu menjadi teman yang akan memberikan rasa nyaman bagi kita, tetapi juga rasa ingin berkembang, setiap hari, dan setiap waktu.

Saya biasa memanggilnya kak Riza. Berteman dari hasil ketidaksengajaan saat kami hendak lulus dari putih abu-abu. Laki-laki ini merupakan salah satu teman pertama saya saat saya mulai berjuang di kampus biru. Kami berbeda program studi, fakultas, asal daerah, asal sekolah dan mungkin WATAK. Ia berasal dari keteknikan pertanian (mupeng banget pengen disebut anak Teknik, jelas-jelas fakultasnya Teknologi Pertanian, tapi ya biar senang saya anggap IYA). Ia merupakan mahasiswa semester lima (sama) yang berasal dari pulau seberang satu provinsi Jawa Timur. Tabiatnya halus kalau pas lagi halus, tapi tetap halus walaupun kadang ndak sadar dalam keadaan yang terjepit. Iya, dia merupakan satu sosok yang tutur katanya sering saya artikan mengglobal. Kebiasaan baik dari dia yang ditularkan kepada saya adalah sifat semangat dan mau belajar. Ia merupakan penyuka musik pagi Bondan Prakoso dan mulai aktif di beberapa kegiatan intra dan ekstra kampus ini. Pertemanan kami fluktuatif, tapi bisa dikatakan paling konstan. Mengapa? Karena dalam pertemanan kami, kami terbiasa ingin melakukan suatu aktivitas yang saling mendorong dan menyemangati. Laki-laki inilah yang pertama kali mengantarkan saya ke desa Pengabdian Masyarakat dengan rute yang amat luar biasa (pernah sadar kita pernah jatuh), laki-laki yang tidak pernah lupa mengucapkan selamat ulang tahun setiap maret (pernah membuat saya terharu pada tahun 2012, dan maaf saya sempat mengecawakan pada tahun 2012) pula, laki-laki yang bersamanya saya banyak menulis mimpi-mimpi (mimpi berprestasi *tanda petik), dan masih sederet bahkan buanyak lagi hal yang belum bisa saya ceritakan tentang dia. Satu mimpi kami yang mungkin sempat terkendala adalah menulis buku bersama. Hal inilah yang menjadi candu bagi saya untuk selalu mengeksplorasi semangat menulis saya, Mungkin langkah awal kami serta hadiah pertama kami di tahun 2013 adalah keberangkatan kami mengikuti Mipa Untuk Negeri Konferensi Ilmuwan Muda Indonesia di Universitas Indonesia (Ndak nyangka abstrak kita lolos, maaf belum bisa menjadi satu tim). Itulah cerita singkat tentang salah satu teman saya yang cukup berpengaruh hingga saya akan memasuki semester lima (Terima kasih untuk papinonya, kometnya, cerita-ceritanya, dan semoga setruman positif selalu mewarnai perjalanan kita). Kak Riza merupakan salah satu teman saya yang cukup membuat saya profesional dalam berteman dengan laki-laki. Mengajak saya realistis, menjadi kakak dan menjadi *mungkin sahabat.

Saya biasa memanggilnya Ika. Kami satu program studi satu angkatan. Jarang komunikasi, sekali komunikasi pasti tentang kegiatan. Perempuan dari kota lamongan ini merupakan teman yang paling bisa membuat saya nyaman. Kadang bersifat sejenis emak-emak karena sering ngomelin saya. Iya dia merupakan mahasiswi yang cukup sering ngomelin saya karena sifat terlambat saya datang ke kampus (padahal ndak setiap hari), karena saya sering terlambat ngumpulin tugas, dan karena saya yang katanya terlalu memikirkan non akademik (tapi GPA saya masih cumlaude lo ik). Kami mulai intens berteman saat semester empat kemarin (ya namanya adaptasi dan penyesuaian, pasti kita akan menemukan yang paling nyaman). Tiba-tiba saja kami disatukan dalam himpunan, dalam lembaga riset fakultas, dan dalam hal apapun saya sering merekomendasikan dia dalam kegiatan yang mungkin saya butuh partner dalam melakukan. Ia merupakan salah satu mahasiswa yang sering mendapat pujian dari salah satu dosen favorit saya, iya bapak Wahyu Widodo. Pak Wahyu sering memuji cara kecakapan dan analisis penelitian Ika. Hal itulah yang kadang membuat saya berkaca sekaligu berkaca-kaca, wah...Subhanallah ya, luar biasa. Memang kalau dipikir-pikir kita memiliki rutinitas yang berbeda, ia lebih sering aktif dalam kegiatan akademik, sedangkan saya non akademik (tapi puji syukur IPK kami tetap dan akan selalu Cumlaude, insyaAllah). Perempuan ini di mata saya merupakan mahasiswa yang sangat rajin, telaten dan mau belajar. Itulah yang membuat saya kadang berpikir bahwa saya sangat cocok berteman dengan karakteristik perempuan semacam ini. Mengatakan saya salah di saat memang saya salah, tidak akan membela saya jika saya memang sangat bandel terpeleset kuliah, dan yang akan selalu saling bertanya jika kami merasa ada hal yang kami pertanyakan. Kami suka bertanya, karena dengan bertanya kami akan saling tahu. Berbeda dengan kak Riza, Ika adalah teman yang sering saya jadikan rujukan untuk kegiatan akademik. Adanya dia membantu kehidupan saya menjadi lebih baik. Menata dan selalu menaa bahwa LEBIH BAIK BERTINDAK DARI PADA BERBICARA. Saya masih ingat kita sama-sama bermimpi naik pesawat bukan tahun ini? Semoga ada kompetisi yang akan mengantarkan kita. Selamat datang rival semester lima.

Itulah dua teman baik saya yang cukup memberi pengaruh bagi kehidupan saya. Mereka adalah salah satu harta terbesar bagi saya *harta karun? LEBIH DARI HARTA KARUN. Melalui mereka saya belajar untuk berteman dengan lebih baik, menempatkan setiap cerita pada posisinya. Masuk ke dalam kehidupannya, dan menjadi bagian yang akan mereka datangi ketika rasa membutuhkan itu datang. Tidak perlu mengatakan saling menyayangi, karena sikap lebih mengatakan itu. Saat ini kami berteman, dalam hati kami berteman, dan dalam pengasihan Tuhan kami selalu mengharap kebaikan. Siapakah teman-teman terbaik dan berpengaruh dalam kehidupan saya? Tunggu ya... saya akan menceritakannya kembali nanti. Selamat datang di semester lima.