Kamis, 22 November 2012

Aku mulai ingin bermain-main lagi:)




Aku mulai ingin bermain-main lagi. Satu kalimat yang menjadi cerita dalam sepekan ini. Aku mulai ingin bermain-main lagi, bermain-main bersama api yang aku sendiri tidak tahu apakah aku bisa terbakar karenanya. Aku tidak ingin lama-lama sunyi-sunyi, sepi-sepi, bahkan meneteskan air dari mata sayu ini. Intinya aku mulai ingin bermain-main lagi. 

Aku ingin kembali melihat awan tanpa mendung, melihat pagi tanpa embun, melihat petang tanpa senja, melihat malam tanpa bintang. Aku ingin bermain-main seperti anak kecil menyikapi kejadian dengan sebenarnya. Seperti manusia menerjemahkan angka dengan sewajarnya, tidak istimewa, tidak luar biasa. Sewajarnya dan seadanya, itu cukup.

Kadang setiap pribadi dewasa berpikir aku begitu kanak-kanak dalam menyikapi setiap problematika hidup. Iyakah? Apakah bermain layang-layang, bermain air hujan, bersepeda, bahkan bermain petak umpet itu suatu hal yang tidak biasa dilakukan oleh seorang remaja yang BARU HENDAK menginjak dewasa? Opini-opini seperti itu seakan beterbangan dalam sepekan ini. Aku bilang, aku mulai ingin bermain-main lagi.

Bukan aku berlari dari setiap kisah yang aku pilih sendiri. Bukan aku berlari dari setiap kenangan yang aku buat sendiri. Bukan aku menghindar dari setiap sapaan yang aku datangi sendiri. Bukan aku mencoba mengubur setiap fase yang kodrati terjadi. Bukan, aku hanya sedang ingin bermain. Aku hanya ingin sejenak melepas segala hal yang membuatku menjadi sosok yang tidak berambisi. Pergilah! Satu kata yang ingin aku lontarkan pada cemara-cemara senja di kaki bukit indah itu. Aku seperti kelabu yang seakan-akan masih terus menghalangimu.

Ada balon merah, kuning, hijau, hingga biru berderet-deret di kawah berdebu itu. Aku ingin menggapainya, dengan sisa tenaga yang ala kadarnya. Aku hanya ingin bermain-main, bermain-main dengan hari yang masih tersisa, dengan denting waktu yang masih menderu. Sebelum berhenti, sebelum tiada lagi, aku mulai ingin bermain-main lagi. Masih boleh kan Tuhan???

Senin, 12 November 2012

Catatan Sederhana


Selamat pagi hari pertama. Lama belum menyempatkan diri untuk memosting di blog. Apa kabar? Itu pertanyaan pertama yang ingin saya tanyakan pada setiap raga yang menyempatkan diri untuk membaca tulisan di blog saya. Semoga kita selalu dalam kebermanfaatan untuk sesama.
Akhir-akhir ini saya mulai merasakan euforia warna-warni kehidupan kampus. Mengapa baru merasakan? Ke mana saja saya selama ini? Pertanyaan itulah yang pasti ada dibenak sahabat mengenai diri saya. Kronologinya cukup panjang, tapi menyenangkan juga jika akhirnya harus saya bagikan kepada sahabat setia pembaca blog saya.
Di mulai sekitar dua pekan yang lalu. Saya diajak oleh beberapa kakak tingkat saya untuk mengikuti rangkaian kegiatan idul adha oleh rohis fakultas. Perasaan saya saat itu benar-benar dag dig dug, kok bisa? Jelas bisa, saya yang notabene bukan anak rohis harus berbaur bersama anak-anak rohis, dilihat dari berbagai sudut jelas saya berbeda dengan anak-anak rohis. Walaupun cukup banyak yang tertipu dan mengira bahwa saya termasuk satu dari sekian anak rohis.
Rangkaian acaranya cukup menyenangkan, mulai dari ta’aruf bersama kakak-kakak rohis, ibadah malam, sholat idul adha (sholat idul adha kedua di tanah rantau), berbagi bersama anak-anak TPA, mengolah daging qurban, hingga makan bersama. Semuanya cukup menyenangkan bagi saya. Hal yang paling berkesan adalah ketika saya harus mengendarai motor membonceng teman saya dari depan kos hingga lokasi dan sempat menyasar ke area tidak jelas (baca: jalan terjal, tidak ada penerangan, seperti kawasan industri, horor), dan saat saya mencoba membuat sate dengan peralatan yang ala kadarnya (baca: tanpa besi pematang, tanpa kipas angin, tanpa properti yang lengkap). Semua cerita itu begitu menyenangkan.
Kegiatan bersama anak rohis pun telah usai, berganti dengan tuntutan kefokusan saya untuk menyelesaikan PKM-M. Penyelesaian PKM-M pun diwarnai cerita yang menyenangkan. Bagaimana tidak? Ini pertama kalinya kita mengerjakan tidak di base camp untama (baca: gazebo perpustakaan) melainkan di kos saya. Saya harus menjelm menjadi ibu rumah tangga, mulai menanak nasi, menyiapkan minum, mengolah daging, menyiapkan camilan, dll semua begitu terasa menyenangkan. Sampai pada akhirnya satu persatu berkomentar, dianggap memuji sih iya, tapi dibilang membuat GR, mungkin. PKM-M pun akhirnya trselesaikan walaupunb harus didahului oleh pro kontra diantara kamai (baca: mas rizky, mbak gita, dito, dan shan). Semoga PKM-M kita benar-benar tercapai goalnya. Semoga tidak hanya berhenti sebatas proposal. Semangat untuk mencari sponsor dan menerjemahkannya ke bahasa inggris ya.
Cerita tidak berhenti sampai di sini. Agenda Diklat dan Open Recruitment himpunan pun di mulai. Satu minggu penuh membuat segala tata aturan dan mempersiapkan segala keperluan OR benar-benar mengajari saya untuk lebih bekerja keras dalam hidup. Bagaimana bisa? Jelas saja bisa, bayangkan saja ketika seseorang harus dituntut cerdas memahami kondisi, cerdas memenuhi kebutuhan para rakyatnya dalam mencari pemimpin (ceileh...kayak apa aja). Dengan moto mencari pemimpin tidak hanya mementingkan jumlah kepala tetapi juga isi kelapa, membuat saya semakin gencar menata aturan. Ditemani teman-teman yang satu visi alhamdulillah segala rangkaian acara Open Recruitment berjalan lancar dan sukses, agenda diklat siap dilimpahkan ke pihak yang bertugas. Saya begitu menyayangi jurusan dan himpunan saya, saya merasa terpanggil untuk memberikan kontribusi nyata. Indonesi, Satu, Jaya (begitulah jargon himpunan saya).
Agenda selanjutnya adalah menyelesaikan tugas penelitian bersama dosen. Saya harus menganalisis buku Lekra dengan cara yang lebih instan. Saya yang notabene belum menjadi seseorang yang gemar membaca buku, dituntut harus menyelesaikan lebih dari tiga ratus halaman. Semua itu bagi saya sungguh luar biasa. Saya merasakan mendapat manfaatnya. Buku yang berisikan segala hal berbau petani yang dihadapkan pada masa komunis (PKI) benar-benar membentuk sudut pandang kita terhadap kejadian saat itu. Sedikit mendikte, tetapi memberikan wawasan cakrawala yang luar biasa. Satu kutipan yang begitu mengena di hati saya saat membaca salah satu cerpen dalam buku tersebut “Perjuangan adalah sesuatu yang menyerempet bahaya, getir, tapi indah. (Tamrin, M dalam Trisik).” Kutipan inspiratif yang hingga saat ini masih pampang di timeline laptop saya.
Amanah selanjutnya adalah menjadi staf acara Pemilihan Raya Mahasiswa Universitas Brawijaya (PEMIRA UB). Mengusung tema Sinergis saya bersama teman-teman dituntut bekerja lebih keras untuk mencari pemimpin yang benar-benar menjadi kebutuhan rakyat (baca: mahasiswa Universitas Brawijaya). Bagi saya menjadi panitia pemira merupakan satu langkah ketidaksengajaan ketika saya tiba-tiba tepat hari terakhir harus mendaftarkan diri dan mengikuti wawancara dengan kakak-kakak DPM Pusat. Semoga saja saya tetap bisa menjaga idealisme saya menjelang pesta demokrasi ini. Jargon yang sering saya teriakan bersama teman-teman adalah “ Satu Bulan Bisa!"
Satu hari sebelum rapat tim Juknis, rapat divisi, hingga rapat besar saya tengah melewati momen yang cukup membahagiakan. Momen itu saya dapatkan saat menjadi koordinator advisor Krida Mahasiswa Program Studi. Hari itu adalah hari terakhir saya bersama teman-teman menjadi panitia. Mengusung tema sastra, acara penutupan berlangsung dengan sangat meriah. Bagaimana tidak? Berbicara krima, Krima merupakan satu program terbaru fakultas dalam memberi orientasi  wawasan kepada mahasiswa baru setiap program studi. Program ini saya anggap merupakan dukungan berotonomi secara penuh kepada program studi untuk menyajikan segala hal terbaik bagi setiap mahasiswa baru yang datang. Hal yang cukup berkesan saat itu adalah ketika saya mendapatkan satu surat berwarna pink, dan satu kado berisi satu permen berbunyi “sensor”. Bagi saya semua itu adalah apresiasi terhadap keberadaan saya saat itu. Bukan terbanyak yang istimewa lebih dari itu rasa kebermanfaatanlah yang harus selalu ditebarkan. Rasa haru pun mulai terasa saat saya dan teman-teman melakukan agenda evaluasi. Pada momen inilah kita bersama-sama belajar bahwa setiap kesalahan adalah segal proses menuju kesempurnaan berpola pandang manusia. Saya sangat berterima kasih kepada seluruh panitia (baca: Pak kapel achsan, rekan-rekan advisor bambang, ika mazkia, faishal, ighfir, ika karizma, nita ayu, wiwik, fida’, intan, dan wika serta panitia yang lain), untuk kerja keras kalian, satu kata “ISTIMEWA”.
Tugas-tugas pun mulai berhamburan, mulai membuat peta konsep setiap pertemuan, presentasi, penelitian, kuis, dan lain-lain. Merupakan rangkaian keadaan wajib bagi mahasiswa. Tidak hanya saya, mungkin bagi mahasiswa seluruh Indonesia keadaan seperti ini adalah suatu keharusan. Saya mulai sedikit banyak harus mengatur proporsi agar tetap seimbang, tetap berkonsentrasi, dan tetap menjaga kualitas akademik dalam diri saya. Untuk segala tugas yang luar biasa ini saya masih percaya satu semangat “man jadda wa jada”. Ini merupakan satu dunia yang harus saya taklukan untuk menjadi seorang dosen dan praktisi pendidikan.
Mungkin saya tidak dapat menceritakan segala hal yang saya alami selain rangkaian agenda di atas, karena bagi saya itu cukup melelahkan untuk ditulis dalam satu jam. Saya mulai belajar banyak dalam hidup, saya merasa terdapat perbedaan yang lebih baik sebelum fase yang sedang saya jalani sekarang. Semoga itu semua tidak hanya perasaan sepihak saya saja, melainkan memang suatu kebenaran yang benar terjadi saat ini.
Ketika waktu adalah suatu cerminan masa yang telah, sedang, atau akan saya jalani, maka saya ingin selalu berkaca, masihkah saya samar, masihkah saya tak terlihat karena tertutup buruk, atau sudahkah saya terpandang jelas karena baik? RAHASIA! Bukankah baik menurut saya belum tentu baik menurut Allah, bukankah buruk menurut saya belum tentu buruk menurut Allah?
Satu yang bisa saya kerjakan saat ini adalah selalu berusaha melakukan yang terbaik dengan cara yang baik. Sekaligus menjawab persepsi teman-teman saya yang mungkin cukup sering menganggap saya tidak peka terhadap setiap ‘adam’ yang menghampiri saya, karena terlanjur larut dalam segala euforia kampus, saya katakan “ Satu rasa condong itu pasti ada dan datang. Satu rasa condong itu pasti berbalut malu karena kodrat saya sebagai wanita. Satu rasa condong itu pasti ingin selalu dijaga. Saat rasa condong itu menginginkan untuk dijaga dalam diamnya, biarlah saya menjaganya, biarlah saya mengistimewakan dengan cara saya sendiri, semata-mata karena saya selalu percaya, Tuhan yang membolak-balikan hati manusia. Semoga Tuhan selalu menetapkan hati yang tepat pada suatu waktuNya. Kapankah itu? RAHASIA, satu yang jelas, saat saya sudah dianggap Tuhan SIAP menerima rasa”.  (Malang, dua belas november dua ribu dua belas)

Selasa, 06 November 2012

ASAL USUL DUSUN SUMBERBENDO DESA SIDOMULYO KECAMATAN WATES KABUPATEN KEDIRI


Desa Sidomulyo merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Wates Kabupaten Kediri Jawa Timur. Di desa Sidomulyo terdapat salah satu nama dusun bernama dusun Sumberbendo. Dusun ini merupakan dusun terbaru di desa Sidomulyo. Dusun ini memiliki latar belakang berdiri yang unik dan mengandung nuansa mitos.
Awalnya Desa Sidomulyo terdiri atas tiga dusun, yakni dusun Kalen, dusun Boto, dan dusun Winong. Di desa Sidomulyo terdapat sebuah pondok (pesantren) milik H.Abdul Majid* bernama pondok Darussalam. Di pondok tersebut terdapat sebuah masjid, bernama Darussalam. Jamaah di Masjid Darusalam terbilang banyak saat itu. Dari pondok dan masjid tersebut yang menjadi cikal bakal berdirinya yayasan Darul Falah* Kecamatan Wates Kabupaten Kediri saat ini.
Namun kemudian H.Abdul Majid meninggal dunia selaku pengasuh sekaligus pemiliki pondok. Setelah H.Abdul Majid meninggal, tongkat estafet kepemimpinan diserahkan kepada putrinya yang bernama Ruqoyah (mbah Ruqoyah). Ia kemudian menjadi pengasuh pondokmenggantikan ayahnya bersama suaminya H.Tohir.
Suatu hari mbah Ruqoyah memiliki ide untuk membuka suatu wilayah. Hal tersebut dikarenakan jamaah di masjid Darusalam teramat banyak sehingga masjid kurang dapat menampung. Atas ide mbah Ruqoyah dan disetujui suaminya haji Tohir, mereka memprakarsai perlu diadakan perluasan wilayah di daerah dusun Kalen. Perluasan tersebut menuju ke daerah selatan dan barat dari dusun Kalen. Namun di sini keunikan terjadi, mbah Ruqoyah dan Haji Tohir tidak melaksanakan kegiatan itu sendiri, ia ingin memilih salah satu santrinya untuk membuka wilayah tersebut.
Mbah Ruqoyah kemudian berdiskusi dengan suaminya Haji Tohir. Setelah melalui proses diskusi terpilihlah salah satu santri mereka bernama Bunder (mbah Bunder). Ia didapuk menjadi seseorang yang akan melaksanakan ide tersebut karena dianggap santri yang termasuk kuat secara agama. Selain itu agar ia dapat memperluas dakwah islam ke daerah baru tersebut.
Setelah terpilih, mbah Bunder meminta doa restu kepada mbah Ruqoyah dan haji Tohir (pengasuh pondok) untuk membabat (membuka) alas (hutan)di daerah yang diperintahkan oleh pengasuh pondok tersebut. Mbah Bunder mulai mempersiapkan diri membuka alas dengan bertapa di sumber (mata air). Saat itu alas yang akan dibabat, kondisinya masih berupa kawasan yang sangat lebat dengan banyak terdapat tumbuhan bambu serta hewan liar lainnya. Saat akan bertapa itu pula mbah Bunder merasa terperangah melihat terdapat sumber yang mbelik (air muncul dari dalam tanah). Hal tersebut merupakan suatu pemandangan yang sangat indah.
Pada saat bersemedi di sumber utara, mbah Bunder ditemui oleh seekor Ular besar. Ular tersebut menyuruh mbah Bunder pergi ke sumber yang satunya (selatan) untuk perihal izin membuka alas. Kemudian mbah Bunder pergi ke sumber selatan. Di sana  ia bertemu dengan macan (harimau). Macan tersebut menanyakan maksud kedatangan mbah Bunder. Macan tersebut akhirnya menyuruh mbah Bunder untuk kembali ke sumber utara dan memenuhi persyaratan yang diajukan oleh penunggu sumber utara.
Sesampainya di sumber utara, ular tersebut menyetujui permintaan mbah Bunder untuk membuka alas di daerah tersebut (membabat alas). Namun sebelum itu Ular memberi persyaratan kepada mbah Bunder, yakni keturunan mbah Bunder dan juga warga yang akan menempati tempat tersebut tidak boleh membuat makam di alas yang akan dibabat untuk kemudian dijadikan wilayah tersebut. Dengan demikian hingga saat ini setiap ada keturunan mbah Bunder atau warga desa Sumberbendo yang meninggal harus dimakamkan di pemakaman Kalen dan sekitarnya.
Setelah itu mbah Bunder mulai membabat alas dengan bantuan santri pondok yang lainnya. Di tempat di mana mbah Bunder membabat alas tersebut, dibangunlah sebuah tempat tinggal. Di tempat tinggal tersebut dibangun sebuah masjid, yang kini nama masjid tersebut bernama masjid Baitul Mamur.
Nama sumberbendo sendiri diambil dari dua sumber yang ada di dusun tersebut. Di sekitar sumber tersebut juga terdapat cukup banyak pohon bendo. Sehingga mbah Bunder menamakan dusun tersebut dengan nama Sumberbendo. Begitulah asal muasal dusun Sumberbendo kecamatan Wates kabupaten Kediri.
KETERANGAN TANDA BINTANG
* Haji Abdul Majid merupakan mbah yut dari narasumber.
* Yayasan Darul Falah merupakan yayasan yang dikelola keluarga besar narasumber.