Senin, 25 Agustus 2014

Minggu, 24 Agustus 2014

Pagi-Pagi

‘Kamu tidak mengerti apapun tentang hidupku sekarang!’ ucap perempuan.
‘Iyakah?’ sahut lelaki.
‘Sangat mengiyakan, telah banyak yang berubah, telah banyak yang hilang, telah banyak yang terlewatkan,’ jawab perempuan.
‘Sebanyak itu?’ sahut lelaki.
‘Iya, sebanyak itu, sebanyak hari setelah aku memutuskan bersamanya, sebanyak waktu yang telah aku habiskan dengannya, sebanyak hal yang telah aku berikan padanya,!’ ucap perempuan.
‘Kamu masih sama.’ Ucap lelaki.
‘BEDA!’ sentak perempuan.
‘Kamu masih sama, kamu tidak berubah, kamu tidak kehilangan banyak hal, kamu belum melewatkan banyak hal, kamu juga sama sekali belum memberikan apapun, kamu masih utuh, dan nyatanya aku berani mengatakan semua ini, aku di hadapanmu sekarang, dan kamu tahu aku tidak bisa berbohong!’ ucap lelaki sedu.
‘Kamu akan kecewa.’ucap perempuan sedu.
‘Perkiraanmu selalu meleset, kamu bukan perempuan yang pandai menebak, Rinjani...’jawab lelaki.
‘Untuk apa pagi ini kamu di depan tempat tinggalku?’ tanya perempuan
‘Aku ingin kamu bukakan pintu, kau ajak aku masuk ke teras untuk kali pertama, kau suguhi aku segelas teh tawar dan obrolan hangat, kita berbincang tentang resolusi yang telah terlaksana, mengubah resolusi yang tertunda, memperbaharui setiap hal yang di luar rencana, hidup bersamamu membuatku mengerti arti mengejar, memahami arti membendung untuk menjaga, dan hari ini aku kembali karena aku tahu hanya bersamamu aku bisa menjalani itu semua. Aku tidak membutuhkan jawabanmu gadis penyuka bunga Matahari, penggemar keliling kota bersepeda, penggila es batu, dan yang tidak pernah sekalipun merajuk padaku,’jawab lelaki.

Pagi ini aku mengerti makna kembali. Kamu mengajarkan semua, hanya dengan ketenangan, hanya dengan kesabaran, hanya dengan memercayai dan berbaik sangka, akan datang lentera yang tepat, yang akan melenyapkan gelap, menambah resolusi terang, dan membuatmu merasa tidak pernah tidak merasa beruntung. Aku mengerti, pagiku hari ini sempurna.

Untuk cela yang kulakukan, untuk setiap hal yang hilang, terlewatkan, kamu yakinkan aku bahwa Pencipta kita Pemaaf, ‘berjalanlah terus untuk membuka pintu maafNya’. Terima kasih untuk seperempat matahari. J

Salam Hangat,
Kotaku, Dua puluh empat bulan ke delapan tahun bernama Dua ribu empat belas. (Segenap hati)

Kamis, 24 Juli 2014

Stay Or Leave?

bagi saya:
"Konsep pantangan MENIKAH antara anak nomor satu dan anak nomor tiga (JILU) dalam tradisi keluarga terasa LEBIH BERAT dibanding dengan konsep pantangan MENIKAH bagi yang berbeda keyakinan".

- Beda Keyakinan = Jika merasa keyakinan pasangan MEMANG lebih baik, masih bisa untuk berpindah untuk saling menyamakan. (walaupun tidak semudah itu.
- Konsep Jilu = Manusia tidak bisa memilih kapan ia dilahirkan, konsep ini hanya akan membuatmu bilang 'STAY OR LEAVE' -
(perenenungan enam tahun)

Minggu, 29 Juni 2014

CERITA PERTAMA RAMADHAN


Yang ditunggu akhirnya datang, di hati terasa riang.
Marhaban ya Ramdhan, dari semua bulan kamu tetap paling diIdamkan.
Selamat malam teman – teman. Terkhusus untuk beberapa nama yang meminta saya menulis kembali di blog newbie ini, saya akan menurutinya. Alhamdulillah leganya hati walau sebenarnya dua tanggung jawab menanti besok sore, yakni Revisi Sosiologi Sastra dan Analisis Wacana (cerita berjuang sampai akhir) padahal senin pagi sudah harus sampai di Kominfo Provinsi (A. Yani Surabaya). Yapsss! Lebih kurang sebulan saya akan menjadi pendatang di Kota Pahlawan (katanya) Surabaya. Berbicara tentang Surabaya saya jadi ingat kisah Suro & Boyo serta Kalimas yang saya baca waktu duduk di bangku SD (tepatnya setelah saya diberi buku CERITA RAKYAT yang masih ada lebel RAMAYANA setelah mendapat Juara 1 oleh Guru IPS saya, namanya Pak Nurul Hakim). Saya suka membaca cerita rakyat sejak kecil. Eitsss...KEMBALI FOKUS yakkk! Surabaya merupakan salah satu kota PALING berkesan, tepatnya sekitar tahun 2009, saat itu saya NEKAD mengikuti MEDSPIN di Universitas Airlangga (saya bela – belain berangkat setelah pulang sekolah langsung ke Surabaya, padahal saya ndak tahu Surabaya itu di mana), saya hanya berpikir Surabaya itu dekat dengan Caruban – Madiun. Usut punya usut dengan restu dari pembimbing karya tulis dan teman –teman tim, cusss saya berangkat ke Surabaya. Kisah pun di mulai yang intinya saya diperebutkan oleh seorang bapak - bapak dan ibu – ibu, niatnya mereka ingin menolong saya, karena saya seperti orang hilang di dalam bis, maklum hp saya yang Sony E J210i lowbat dan off. Singkat kisah, akhirnya saya memutuskan memilih ibu – ibu, lalu saya diminta beliau membawakan kerupuk sekarung dan tanpa disangka beliau memberi saya makan (untuk ibu – ibu yang baik, salah satu penjual lalapan di Pasar Turi, terima kasih banyak atas kebaikannya dahulu). Sebenarnya LEBIH mendramatisir, tapi singkat saja akhirnya saya dijemput oleh 4 mahasiswa Kedokteran Unair (mereka sangat baik, saya ditraktir makan lagi, bayangkan! Untuk kak Berlin, kak Andra, kak Didin, dan kak Adrian, terima kasih dan Selamat menjadi dokter muda semangat pula menebar manfaat).
Surabaya selalu memberi kesannya. Januari 2010 saya pun mendapat kesempatan mengunjungi Kampus C Universitas Airlangga untuk acara Games Ilmiah di Fsaintek. Kebersamaan bersama Tri Rahma Dina Yanti, Wilujeng Fitri, Maria Ulfa dkk menjadi momen yang tidak terlupakan. Bareng – bareng nginep di kontrakan yang ndak jelas tapi nyaman, nyobain lalapan di pinggir kali yang puedes rasanya (saya cocok), hingga bertemu dengan kawan – kawan baru, bahkan sampai hari ini saya masih berkomunikasi dengan mereka. Semua kenangan itu terpatri, mengalahkan rasa ingin menang dalam sebuah kompetisi. Perlu saya ceritakan bahwa dari semua kompetisi yang saya ikuti yakni LKTI di Unesa, UM, Unair bahkan Games Ilmiah tak satupun yang dapat saya genggam kemenangannya. Tetapi lucu, Tuhan tidak memberikan saya rasa sedih, saya dibuatNya riang dan senang, karena pengalaman dan kebersamaan tak pernah luput dari Ingatan. Mungkin memang saat itu saya belum mampu menjadi yang paling beruntung dari semua peserta, saya tetap menyukai kegiatan menulis, saya menyukai ribetnya membuat karya tulis, dari sini saya tahu rasanya berjuang, hingga Allah mempertemukan saya dengan Universitas Brawijaya. Pendapat saya tentang Surabaya pun berubah, dari yang antipati karena pikiran Surabaya itu panas, Surabaya itu banyak comberannya, Surabaya itu macet, Airnya ndak seger buat mandi, menjadi Surabaya bagian dari hidup saya untuk JULI ini, dan Ramadhan mempertemukan kami.  Semoga magang di Kominfo nanti dapat bekerja dengan optimal, tidak mengecewakan dan berkah maksimal. Aminn...
Kisah pun berlanjut apa sih yang sudah dipersiapkan untuk Ramdhan tahun ini? Jawabannya adalah poin – poin di bawah ini:
1. Lebih tepat waktu 5 fardhu, dluha, tahajud dan tilawahnya (target tilawah)
2. Tambah satu juz...lagi hafalannya (syimingit!!!)
3. Kurangi berat badan (anjuran ibuk dan bapak, semangat olahraganya –LOOO--)
4. Optimal asah potensi saat magang, pasca magang makin mantap arahan berkarir.
5. Optimalkan presentasi monev PKM dan siap – siap laporan akhir (harus upload TEPAT WAKTU, salah satunya agar beruntung ‘dapat undangan itu – tu J
6. Semangat sebar PROPOSAL dan saling nyemangatin TIM, kumpulkan dana agar dapat menghadiri Conference Competition di sebuah kota yang berada di Benua LAIN serta bersalju itu. Untuk poin keenam ini salah satu hal yang cukup TERBERAT.  ‘Tuhan Yakin Kamu Mampu’ (katanya).
7. Menyempatkan diri minimal sekali buka dan sekali sahur bersama keluarga Ngawi.
8. Lebarkan agenda ‘Memaafkan’, tiba – tiba atas serangkain hal yang saya jumpai dan rasakan selama 11 bulan, selayaknya luasnya maaf dalam diri selalu diberikan pada yang seharusnya menerima maaf walaupun tanpa harus berujar (maafkan saya ya...).
9. Tanamkan kegiatan ‘Menjauhi dan meningkatkan’. tiba – tiba poin ke sembilan ini adalah poin yang menjadi tema dalam Ramadhan ini, dari segala kekhilafan, kesalahan, kekeliruan, rasanya saya harus beranjak, saya harus bergerak, dan saya tidak akan membiarkan segala penghambat menghalangi IMPIAN – IMPIAN saya.
10. Nyalakan Semangat. Satu kata paling bermakna yang membuat saya masih bertahan hingga hari ini. Semangat karena Allah masih berikan segala karuniaNya, karena ibuk bapak berikan restunya, karena teman – teman berikan cerita hidupnya, karena saya tahu bahwa hidup saya tidak JALAN DI TEMPAT, dan karena saya tahu bahwa hidup saya bukan untuk diri saya sendiri.
Yeee...alhamdulillah 10 target menjadi incaran utama, mohon doanya juga ya J xie xie.
            Mengencangkan CITA – CITAmungkin hal itulah yang ingin saya awali dalam Ramadhan ini, beranjak dari ketidakbenaran, menjauhi hal yang merugikan, mendekati kembali cara terbaik untuk dapat memenangkan momen istimewa ini. TIDAK PRAKTIS! Saya tahu itu, bahkan saya mengerti, tapi entahlah hati mendorong saya untuk mengencangkan mimpi. Saya pernah bertemu dan saling bercerita dengan seseorang sore itu, tepat di bawah menara Masjid terbesar di Surabaya, kira – kira begini inti percakapan kami ‘kami harus mencari ALASAN TERBESAR mengapa kami harus bertahan hidup, dan kami harus mencari CARA TERHEBAT agar kami tidak sia – sia dalam menghabiskan hidup’. Sekian dulu ya cerita – ceritanya, nanti akan disambung lagi. Saya akan menjadi nahkoda yang lebih kuat agar saya dapat melabuh dengan tepat, SEMANGAT!

1 Ramadhan, 01: 06
(Salam hangat untuk keluarga, selamat menempuh ibadah puasa untuk teman – teman, dan semangat kerja praktik untuk yang setiap hari harus mematuhi K3 'pintar - pintar adaptasi ya...')
  

Kamis, 12 Juni 2014

Jumat, 25 April 2014

Sinopsis Pulang karya Laela S.Cudlori


Pulang karya Laela S.Cudlori rekam jejak 1965 – 1998 berkisah tentang Dimas Suryo, Lintang Utara dan Segara Alam. Tentang cinta, persahabata, pengkhianatan dan keinginan pulang ke Indonesia setelah sekian lama menjadi eskil politik (tahanan politik) akibat terindikasi terlibat dalam G/30 S oleh Partai Komunis Indonesia. Cerita setebal 464 halaman ini merekam jejak sejarah kehidupan para tahanan politik beserta kawan, kerabat dan keluarganya dalam masa meletusnya G/30 S hingga tumbangnya masa orde baru yang ditandai dengan didudukinya gedung MPR di Jakarta oleh para aktivis pergerakan.
Di awali dengan Dimas Suryo, lelaki asal Solo Jawa Tengah yang pernah mengenyam pendidikan di Universitas Indonesia ini tidak pernah mendeklarasikan dirinya adalah golongan dari kelompok tertentu. Ia bekerja di Kantor Berita Nusantara yang hampir kesemuanya aktif dalam kebudayaan Lekra. Ia bersahabat sekaligus berelasi kerja dengan Hananto Prawiro. Senior yang sekaligus aktif mendeklarasikan ia merupakan golongan dari orang-orang kiri. Dipertemukannya mereka dengan Surti Anandari anak seorang dokter dari golongan borjuis yang kemudian mengisahkan Kenanga, Alam dan Bulan menjadikan kisah mereka teramat panjang dan mengilhami bagian-bagian selanjutnya dalam Pulang.
Dimas yang tidak pernah melabuhkan dirinya pada suatu ketetapan menjadi bagian dari kelompok tertentu ataupun tidak memutuskan untuk melabuhkan hatinya pada seseorang terpilih, akhirnya harus mendulang buahnya menjadi pengelana dan penetap di Perancis pasca menghadiri konferensi yang ia sendiri tidak begitu mengetahui dan memahami. Konferensi yang seharusnya dihadiri oleh Mas Hananto tersebut, kemudian mengajakanya untuk tidak merasakan letusan G/30 S yang pada September 1965 yang meledak secara serentak di Indonesia. Operasi besar-besaran pun dilakukan. Pencidukan, penyiksaan, dan teror menghantui setiap keluarga yang diindikasi terlibat atau bahkan dilibatkan secara sengaja. Dimas yang hanya mampu membaca surat dari Aji Suryo (adiknya), Surti Aandari (kekasihnya ‘jangka lama’), Hananto Prawiro (sahabat sekaligus rekan kerja dan diskusi yang menjengkelkan) serta teman-temannya yang lain di Indonesia merasa bahwa dirinya harus segera pulang ke Indonesia.
Perancis pun akhirnya harus menjadi tempat Dimas singgah, bukan berlabuh. Pertemuannya dengan gadis Perancis Vivienne Deveraux saat aksi di Universitas Sorbonne menjadi awal mula Dimas memutuskan untuk tinggal berlama di negara yang terkenal dengan Menara Eifelnya tersebut. Metro dan berbagai sudut menarik di Perancis, aneka kerenyahan sastra dan musiknya, serta Vivienne yang mengalami le coup de foudre atau cinta pada pandangan pertama pada lelaki Asia itu pun akhirnya membuat Dimas menghabiskan waktunya di Perancis. Vivienne pun mengerti bagaimana perbedaan penyuaraan pendapat di negaranya dan di negara asal lelaki yang dicintainya. Ia pun menjelma menjadi sosok yang mengerti Dimas Suryo dengan segala sisinya (yang terlihat, bukan hatinya). Beberapa waktu berlalu dan membuatnya terikat dengan sebuah perkawinan. Inilah yang kemudian akan mejadi cerita awal dari Lintang Utara dan Restoran Tanah Air.
Restoran Tanah Air bukti kecintaan dan kerinduan Dimas, Risjaf, Mas Nug, dan Tjai serta awal rasa penasaran Lintang Utara pada satu kata I.N.D.O.N.E.S.I.A. Restoran yang menyediakan aneka ragam masakan Indonesia dengan chef ahli Dimas Suryo yang begitu peka pada racikan bumbu dan rasa menjadi salah satu restoran tujuan di Perancis. Menampilkan aneka kebudayaan Indonesia dan berbagai galeri tentang Indonesia di negara pada benua biru tersebut menambah rasa rindu mendalam pada tanah air mereka. Dari Restoran Tanah Air inilah juga kemudian persahabatan keempat eskil politik tersebut semakin erat, bahkan mereka bagai satu bagian tubuh, sama-sama saling membutuhkan, sama-sama saling merasakan. Restoran Tanah Air inilah juga yang menjadi saksi bagaimana akhirnya Dimas yang bercerai dengan Vivienne lantaran ditemukannya surat dari Melati Putih (Surti), saksi kedekatan Lintang Utara dan Naraya sebelum keberangkatan Lintang ke Indonesia, bahkan hingga cerita tentang bersih diri dan bersih lingkungan yang menjadi perbincangan hangat kedutaan besar Indonesia di Perancis. Restoran ini menjadi saksi bisu bagaimana pemerintah memperlakukan para ‘Warga Negara Indonesia yang dianggap sebagai eskil politik’, bahkan restorat ini dianggap sebagai sarang komunis.
Kisah pun berganti generasi tentang anak muda, Lintang Utara begitulah ia diberi nama. Anak perempuan Dimas Suryo yang tumbuh dengan cerita-cerita wayang, masakan khas nusantara, polemik politik yang melibatkan ayahnya, menjadi makanan sehari-hari bagi mahasiswi yang mengambil fokus bidang Sinematografi di Universitas Sorbonne tersebut. Kekasih dari Naraya seorang laki-laki yang dibesarkan dari keluarga ‘tidak bermasalah’ ini, akhirnya menuju Indonesia setelah bimbingan tugas akhirnya yang mengharuskan ia merekam bagaimana kehidupan para kerabat dan keluarga eskil politik yang dianggap terlibat dalam meledaknya G/30 S. Inilah yang kemudian mengantarkannya pada bumi asal mula kunyit yang biasa dipajang dalam toples ayahnya tersebut. Pertemuannya dengan Indonesia itu pun akhirnya menjadi cerita yang membuka semua kisah tentang Dimas Suryo, dan menjadi bentuk pertautan rasanya dengan Segara Alam.
Bersama Alam ia pun kemudian begitu akrab dengan Andini (Anak dari Aji Suryo adik Dimas Suryo yang hidup serba hati-hati dan memilih pada zona nyaman), Bimo (Anak dari Mas Nug yang tumbuh dengan Rukmini dan suami barunya yang juga merupakan aktivis militer), serta LSM Satu Bangsa dengan segala macam isi manusianya dan karakter yang begitu familiar baginya. Dapat dipastikan Lintang merasakan kenyamanan di Indonesia. Investigasi berupa wawancara pun dilakukan, berbagi narasumber yang sudah ditentukan berkat bantuan dari para pemilik Restoran Tanah Air mulai dipetakan, inilah yang kemudian menguak bagaimana posisi keluarga para tapol 1965, para pemberangus, dan beberapa tokoh politik Indonesia. Dalam Pulang yang ditulis oleh wartawan Senior Tempo ini pun menjadi rekam jejak perlakuan yang seharusnya patut diketahui oleh masyarakat. Ketakutan-ketakutan Surti atas nasib Kenanga, Alam dan Bulan pasca tertangkapnya Hananto Prawiro dan didudukkannya mereka bak tahanan yang ditanyai dengan satu pertanyaan sama, sikap Aji Suryo yang seolah ingin menjadi warga negara dalam posisi aman tetapi terlihat bijaksana, dan beberapa fenomena lain yang kesemuanya menyudutkan bahwa segala yang bersangkut paut dengan eskil politik dipersulit untuknya bahagia, bahkan hingga fenomena sulitnya mendapatkan pekerjaan dan dengan siapa ia harus menikah. Diskriminasi atas kesalahan yang belum tentu dilakukan. Itulah yang mungkin hendak disampaikan.
Tugas akhir Lintang yang menjadikannya begitu akrab dengan Indonesia itulah yang kemudian menghantarkan pada satu perasaan, ia seperti terlahir di sini. Perpaduan Indonesia – Perancis membuatnya merasakan nuansa yang berbeda setiap melewati segala likuk jalanan Jakarta. Ia pun menyempatkan diri mengunjungi Karet salah satu daerah di Jakarta yang membuat ia selalu merindukan ayahnya. Dimas Suryo yang sebelum melepas Lintang pergi ke Indonesia, begitu menyatakan bahwa nanti ia ingin bertemu Karet. Dimas pun akhirnya pulang dan Karetlah yang menjadi tempat istirahatnya selama ia pulang. Kepulangan yang didamba itupun tiba juga.

Kamis, 24 April 2014

Sedikit CELOTEH tentang Adz-Dzaariyaat: 49


Selamat siang teman-teman pembaca setia afifahrinjani.blogspot.com. Semoga hati kita selalu dalam keadaan baik dan menyenangkan. Siang-siang begini pasti enak menikmati rujak petis dan segelas es dawet, wahhh... (curcol). Kamis ini saya ingin sedikit berceloteh tentang konsep pemahaman saya pada Adz-Dzaariyaat: 49. "Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah". Subhanallah, eitsss...tentang jodoh bukan? Biar ndak salah fokus yuk pantengin lagi. Tulisan ini termotivasi dari satu fenomena yang secara beruntun menjadi cerita panjang pada lingkungan saya tumbuh hari ini.
           Saya berada pada lingkungan dengan aneka ragam kepribadian dan pandangan, bahkan keyakinan. Beberapa teman saya masih cukup banyak bahkan banyak yang masih menganut ikatan kasih sayang itu ya jadian (pacaran), beberapa menganut ikatan kasih sayang itu ya langsung temui orang tuanya, ikatan kasih sayang itu ya taaruf, komitmen, ataupun segala bentuk penyebutan lain yang inti dasarnya adalah sama, mencoba mengikat. Mungkin bagi newbie seperti saya yang masih suangaaattt jarang mencoba menginterpretasikan sebuah firman, hal seperti ini jelas masih begitu asing. Tetapi lagi-lagi, pelarian yang terbaik dalam hidup adalah berlari mendekati Tuhan, membaca dan menuliskan, eeaaa... Okey kembali pada fokus awal.
          Lalu apa yang ingin saya tuliskan? Baiklah saya mulai dari pandangan saya, tulisan ini merupakan upaya saya mengubah mindset saya. Saya bukan perempuan yang menantang keras bahkan habis konsep pacaran (definisi kembali pada yang menjalani), saya juga bukan penantang keras konsep-konsep taaruf yang kemudian bertransformasi menjadi (hanya istilah, tindakan sama saja), dan saya bukan pendukung berat konsep-konsep ikatan lain atas nama apapun. Saya selalu meyakini, hakikatnya setiap manusia berhak memilih jalannya sendiri secara bebas dan terlindung, saya hanya berkewajiban untuk mendoakan kebaikan bagi teman saya, membagi pundak jika mereka datang karena tersakiti, dan menyediakan waktu untuk sekadar mereka bercerita, walaupun sesungguhnya saya belum menjadi perempuan yang selalu bisa menyelesaikan perihal hati saya sendiri.
            Karena hidup itu untuk berbagi, dan saya sedang mencoba menjalaninya. Saya memiliki teman-teman yang sesungguhnya saya sayangi, yang sejujurnya sering saya rindukan jika libur panjang berdatangan. Bohong jika TIDAK nangis berkepanjangan, nafsu makan berkurang, tugas-tugas kuliah cukup kurang fokus, bahkan lebih sering ingin diam ketimbang harus berkomunikasi dengan banyak orang, yaaa...mungkin itulah gambaran mengenai fenomena setelah satu dari dua insan memilih untuk tidak bersama atau lebih elegannya mencoba menjalani kehidupan masing-masing. Saya ambil ‘akibat’ tersebut dari rangkuman-rangkuman kisah dan ekspresi perempuan. Untuk yang kuat ya syukurlah, bagi yang ndak kuat maka mungkin tulisan saya ini sedikit memberi makna. Saya tidak memberikan opsi untuk mencari lagi (pasangan), karena itu kehendak, bukan pesan. Tarik nafas...senyum...dan bacalah ayat dalam Al-quran Adz-Dzaariyaat: 49, janji Allah (saya sebut demikian).
          Saya tidak tahu dari mana inspirasi saya menulis ini. Kajian saya buanyaakkk yang bolong, mengaji saya masih banyak yang belum satu juz per hari, tetapi saya meyakini, tulisan ini karena masih ada iman di hati. Allah menuntun saya, Ia tidak pernah ingin hambaNya tersesat. Jawaban kegundahan, kepastian akan ketakutan, dan Ia mengajak saya untuk mendekat agar dipeluk, Ad-Dzaariyaat: 49 menjadi jawaban kuncinya. Hakikatnya tidak perlu ada yang ditakuti jika ada yang pergi, hakikatnya menangislah hingga beranak sungai sekalipun  jika itu mampu melegakan hati, mencoba menenangkan diri dengan memutus segala komunikasi (bedakan dengan silaturahim yakkk) dan cukup mengingat bahwa kita tidak diciptakan untuk hidup sendiri. Allah sediakan pasangan tanpa harus kita ragukan, Allah sediakan pasangan tanpa harus kita bertelenovela gantung diri pasca ditinggal orang yang kita cintai, penganut model ikatan seperti apapun kamu, tengoklah ke dasar hatimu, Tuhan tidak pernah membohongimu. Setidaknya saya selalu meyakini konsep ini, dengan terus memperbaiki diri (mengupayakan selalu).
Jangan biarkan hatimu menyalahkan sikap orang lain yang menyakitimu, pelan-pelan kamu harus menerima, bahwa tidak semua orang berhak bersikap baik untuk mendidikmu. Entah dari mana saya bisa berpikir seperti ini, karena hakikatnya jika kita masih memiliki mimpi, kita akan selalu yakin bahwa bumi tidak akan berhenti berotasi saat pasangan kita dalam model dimensi apapun pergi. Yakinlah, bahwa kadang meyakinkan diri kita terlebih dahulu ini penting. Konsep tulus, konsep memberi, dan semuanya bermuara pada ikhlas. Aissss...ya mungkin ini merupakan kilasan instropeksi pasca secara beruntun fenomena-fenomena yang selalu menguras air mata itu datang. Cukup yakini, Tuhan lebih dekat dari pada ulu hati kita sekalipun. Semangat menguatkan diri kita, semangat melanjutkan hidup yang diyakini tidak akan sia-sia. Menyimak persepsi orang lain itu perlu,  tetapi meyakini kata hatimu dan firmanNya itu lebih diperlukan. So...keep fight! Selamat menikmati segelas es cincau hitam dengan santan kental dan es batu serut, pasti hatimu lebih tenang.

- Terima kasih untuk kabar terbaik dari Semarang dan telepon singkat dari ibuk di akhir bulan (Semakin sayang pada ibuk dan bapak, terima kasih telah mengajari saya berjilbab sejak TK, semoga pasca tertera dewasa saya pun dituntun untuk menjilbabi hati saya) - 

Selasa, 22 April 2014

SENYUM :)




Mulai datang batu - batu, mulai datang halangan - halangan, mulai datang hal - hal yang kurang disukai. Untuk alasan apapun itu SENYUM sembari SEMANGAT :)

Selasa, 25 Maret 2014

Catatan 26

Perpisahan itu bukan berujar tentang ditinggalkan dan meninggalkan, ia mungkin sedang ingin menepi dan TIDAK SEDANG MENUNGGU NAHKODA lain. 
Kotaku mendung di awal pekan ini. Mengandung banyak uap air yang belum termuntahkan. Jalanan di sekitar gang kontrakanku lenggang, tak banyak kendaraan yang lalu lalang, hanya sesekali nenek tua penjaja gorengan dan nasi bungkus dengan pekik suara kencangnya meramaikan pagi, di susul penjaja kue basah dari wanita bertubuh kekar yang ‘sudah naik haji’ katanya, entah dari mana datangnya nyatanya setiap hari mereka lalu lalang, mereka tidak pernah pergi. 

Aku menjelma menjadi pagi, dan kamu selalu berwujud kabut. Iya, kamu kabut. Seakan mengiringi kemunculanku, lalu tiba-tiba menghilang pukul enam pagi. Tanpa pernah merasa bersalah kamu selalu seperti itu beribu-ribu kali, kamu seakan ada, nyata-nyata kamu pergi. Aku tidak sedang menunggu, sekali lagi tidak sedang menunggu, kamu teramat hebat untuk membuatku mendoa bahwa selepas senja kamu akan datang lagi, mengajakku bermain bukan main-main. 

Hidup sebatas pengharapan, sepuluh tahun berlalu dan aku masih tetap wanita bernama sama, namaku Rahmi dan kasihku pada pemilik kebun bunga Matahari itu tiada putus. Berjangka panjang mengingat janji, berjangka pendek mengingat kesalahanmu, kemutlakan. Entah mungkin sudah tercipta seperti ini. Aku tidak pernah menyesalinya, menyesali semua mimpi-mimpi yang pernah kita rajut bersama dan kamu hempaskan sendiri pagi itu. Iya pagi selepas aku bangun tidur, pagi selepas pak pos mendatangiku dan mengantar risalahmu. Angin menyuruhku tidak percaya, tapi kamu membuatku semakin percaya, bukan, aku tidak sedang berbicara akhir. Kita teramat sering berbicara pengakhiran komitmen kita.

Pelan-pelan mendung bergeser menjadi cerah siang, seperti biasa kuhabiskan siang ini dengan lembaran-lembaran kertas pekerjaan yang selalu bertumpuk setiap hari. Aku menyukai perkerjaanku. Pasca skizofrenia itu menyerangmu, cukup biasa sepuluh tahun ini aku sering mengalihkan perhatianku pada pekerjaan. Dahulu aku selalu takut seiring datangnya skizofrenia itu, kamu akan memintaku pergi dan membuatku menangis di ujung pintu. Psikiater yang kujumpai sepuluh tahun yang lalu itu bilang ‘pengertianku akan keadaanmu yang membuatku menangis harus punya cara yang tepat untuk mengalihkan. Misalnya berkutat dengan pekerjaan agar tidak mudah ingin memperhatikanmu.’ Psikiater itu tidak pernah tahu bahwa diam-diam aku masih saja ingin memperhatikanmu, aku bilang pada psikiater itu kamu tidak sedang sakit. Mungkin aku yang selalu menuntut komunikasi, lagi-lagi aku mengalihkan semuanya pada kehadiranku saat itu.

Aku tahu rasanya dianggap memperburuk, ini masih bagian awal, kondisi bilang aku membuatmu menjadi buruk. Entah bagaimana anggapan bahwa saat itu aku mampu bertahan pada diam yang membuat kuantitas hubungan kita menjadi lama. Lebih dari tiga tahun dan melaju pada tahun ke enam hingga ke tujuh. Tidak ada yang bisa tersalahkan atas lamanya kebersamaan kita. Aku tahu kamu masih merasakannya, iya merasakan manisnya kehadiran ‘kita’ walaupun sesekali kamu sering dilanda cemas yang berkepanjangan, dilanda was-was akan masa depan, dan dilanda takut secara besar-besaran. Aku begitu hafal kamu kekasihku yang memiliki espektasi tinggi atas semua mimpi-mimpimu. Iya, aku begitu hafal. Sehafal menu makanan rutin pagimu, sarapan bubur di depan Hang Tuah. 

Mereka bilang aku selalu diberi harapan olehmu, belum tentu aku dilabuhkan pada kepastian. Mereka teramat pandai menghakimi keadaan kita, mereka lupa Tuhan sudah siapkan jalannya masing-masing, mereka lupa konsep takdir. Aku masih mencoba menghabiskan kopi susu yang mulai aku sukai, buatan office boy baru asal Klaten yang katanya sedang mengumpulkan uang untuk istri melahirkan. Ah, untuk apa aku ceritakan keadaan office boy itu, bukankah itu tidak penting? ‘Mungkin iya’. Argumen yang datar. Tiba-tiba aku mengingat argumenmu selalu datar, dan pada tahun keempat argumen datar itu tidak pernah membuatku sakit hati. Aku tahu kamu tidak selalu ingin mendengarkan ocehan-ocehan cerewetku, aku mengerti dengan saksama bahwa kamu bukan tipikal laki-laki yang suka saat aku mengomel tentang atur makanmu, cek kesehatanmu, kamu selalu bilang dapat menjaganya sendiri. Dalam konsep ini aku tahu rasanya tidak sedang dibutuhkan, bukan tidak dibutuhkan.

Tujuh tahun bersamamu, aku tidak sedang merealisasikan fiksiku, aku tidak sedang merawat orang sakit, tujuh tahun itu aku belajar menyayangimu. Pernah suatu ketika saat kita menghabiskan sebuah es krim di sebuah taman kota, kamu selalu menggodaku untuk tertawa bersamamu, kamu bilang kita harus menghabiskan pagi di sini, aku tahu kamu menghiburku karena riset yang aku lakukan tidak lolos terpublikasi jurnal Internasional. Aku pun larut dalam dua es krim vanila yang kita sukai, lambat laun aku melunak, kamu paling mengerti bahwa aku wanita berobsesi tinggi, aku pun memberimu satu senyuman bahwa aku tetap bahagia. Kita pun saling tersenyum dan kita meniup lalu melayangkan balon-balon merah. Kamu mengerti cara membuatku bahagia, dan pada tahun kelima itu aku menjadi semakin cinta. 

Kamu tidak sedang sakit, kamu bisa membahagiakanku setiap pagi. Kamu belum berwujud kabut dan kamu tidak pernah pergi. Tiga kali menemanimu pergi ke medical center untuk berkonsultasi nyatanya tidak pernah memunculkan prasangka bahwa kamu sedang mengidap suatu penyakit kronis. Aku pernah mencoba untuk satu bulan tidak menghubungimu, aku tahu skezofreniamu sedang kambuh. Kamu tidak sedang ingin bicara, kamu tidak sedang ingin berkomunikasi dengan siapa-siapa, termasuk aku. Saat itu aku tidak pernah ingin muncul di hadapanmu lagi, tetapi tiba-tiba nyatanya malah kamu mendatangi kotaku dan memintaku untuk tidak meninggalkanmu. Kamu yakinkan bahwa pemicu keadaan ini bukanlah aku, kamu mengusap air mataku dan kita menghabiskan sore dengan bersepeda. Semuanya mengalir cepat, semuanya baik-baik saja. Celetuk sahabat mengatakan ‘labil’, mereka tidak mengerti kondisi kita, mereka tidak tahu usahaku mempertahankan kestabilan emosimu sayang. 

Kamu tahu makna ‘melepas’ sayang? Ia tidak pernah nyata meninggalkan tanpa tanggung jawab. Aku bukan wanita yang tidak bertanggungjawab atas semua perasaan-perasaan terbaik yang pernah saling kita berikan. Aku masih menyimpan dengan baik semua kisah yang sudah kita goreskan, layaknya aku menyimpan semua bando-bando pemberianmu. Iya, kamu begitu suka memberiku bando-bando polos setiap mengunjungiku. Kamu tidak pernah menyakitiku, kita sakit atas kegagalan hati kita masing-masing. Kita sudah tidak saling bermanja untuk menyembuhkan. Tidak ada bando merah untuk nuansa hati gembira, bando putih untuk nuansa hati lara yang ingin kita kembalikan menjadi ceria, bando hijau untuk pencapaian terbaik dalam satu bulan, bahkan bando biru jika kita sedang saling bosan. Semuanya seperti terkalender dengan baik, dalam ingatanku. Kamu laki-laki yang baik, itu mengapa kita saling dipertemukan.

Tidak terasa malam beranjak dengan cepat, aku belum lekas pulang kantor. Gerimis masih menemaniku menghabiskan tumpukan portofolio yang harus segera diselesaikan. Tidak terasa mengenangmu melalui tulisan ingin rasanya kuhabiskan sepuluh tahun lagi untuk tega mencerca keadaan kita. Untuk menghardik diriku sendiri yang tidak pernah bisa mengatakan mengapa kita tidak lagi bersama? Sepuluh tahun bersamamu menghabiskan kopi di malam hari, menyeduh teh di sore hari, meneguk es cendol di siang hari, membuatkanmu sajian sarapan sebelum pagi, dan aku melakukannya semua hanya denganmu. Mereka mengataiku ‘bodoh’ dan ‘tidak realistis’, mereka seakan menimangku dengan belas kasihan berbulan-bulan, mereka memberiku beberapa patah wejangan, tapi kamu tahu, semua itu berlalu lalang hanya mengitariku telingaku, mereka tidak pernah menjalani sepuluh tahun berkutat dengan orang yang sama. Mereka tidak pernah merasakan harus diruwat berkali-kali agar adat dapat membawa nasib baik, menjauhi pantangan-pantangan agar kita bahagia ‘katanya’, dan kita menjalaninya dengan pengharapan. –BERSAMBUNG-

Catatan Dua Puluh Enam untuk semua pengharapan terbaik, semoga kamu lekas sembuh dan dipertemukan dengan HIJAU. Jangan lagi pernah saling menanyakan mengapa kita akhirnya harus tidak saling bersama? Kamu percaya konsep jodoh sayang? Hakikatnya kita tidak pernah saling memiliki, kita hanya saling dipertemukan olehNya, dan kapan saja Dia memiliki kuasa penuh atas muara yang Ia anggap TERBAIK. 


Senin, 17 Februari 2014

Hari Pertama Mahasiswa Semester Akhir (Baca: ENAM)

Lalu saya pun menciptakan TOKOH IMPIAN fiktif itu kembali, mimpi-mimpi saya banyak yang berubah, dan saya belajar untuk semakin berhati-hati, jangan-jangan 'keraguan' itu jawaban atas ketidakbenaran 'perilaku kasih sayang'. Entah atas nama apapun, sungguh rasanya Niat dan Cara hidup ini ingin berubah, lagi-lagi, puncak tertinggi sebuah harapan adalah MenujuMu Rabbku, Maha Penentu Takdirku, Maha Kuasa atas hidupku, matiku, bahkan segala rutinitas hidupku. Di depanMu tak akan kusebut 'saya', karena masihlah rendah, masihlah jauh, KUBERI NAMAKU "HAMBA". -Kubilang ini Episode Baru (Gelas Kosong) - I believe, my dream will come true, today!!! 

Senin, 27 Januari 2014

Layang - Layang

Sayang, kamu tahu lima tahun yang kita sepakati bersama untuk saling kembali, nyatanya dengan lebih sadar mengembalikan akal sehat ini bahwa lima tahun aku mencintai harapan. Iya sayang, aku mencintai harapan-harapan kamu, aku mencintai harapan-harapan yang kita sepakati sendiri.

Sudah lima hari hujan tidak juga mereda sepanjang sore. Ia mengalir, ia menciptakan cerita. Iya, cerita-cerita lima tahun yang lalu, yang setiap sore membekas, setiap sore menguak ingin bersentuhan. Persentuhan hati itu melekat, menyatu dengan hujan dan kebun bunga Matahari belakang rumah. Bukan rumah kita.
Sore ini tepat lima tahun kesepakatan kita untuk saling melepas dan mengejar mimpi-mimpi, yang katamu mimpi-mimpi kita. Iya, katamu bukan kataku. Mimpi-mimpi yang bisa kita satukan saat pertemuan yang dinanti tiba, iya, dinanti, entah dinanti siapa dan atas kesepakatan siapa. Sore ini nyatanya aku masih di sini dan belum dijemput siapa-siapa. Aku tidak ingin pulang.
Aku masih menyeduh energen vanila hangat dengan kombinasi air panas dan air dingin dalam gelas yang sama, iya gelas yang sama dengan gelas yang biasa kita pakai lima tahun yang lalu, aku masih ingat kita membelinya di salah satu toko perabotan dapur di ujung pasar itu. Kamu begitu lucu, kamu bilang gelas sama dengan cangkir, tapi beda dengan mangkok cina, kita saling tersenyum dan pemilik toko itupun mengirim simpul lugu untuk senyum-senyum kita. Aku bilang senyum itu menular, kamu mengangguk kita bertatap.
Aku menyeduhnya dengan pelan, aku tahu pekerjaan sebanyak ini tidak akan bisa aku selesaikan hingga pukul lima tanpa teman. Iya, tanpa teman. Tapi kisah kita setiap sore menjadi teman, iya temanku adalah kenangan lima tahun yang lalu bersama kamu. Kamu dan aku menjelma menjadi kita dan akhirnya membuat cerita, cerita yang menghempas seluruh mimpi-mimpiku, merombak total resolusi-resolusiku setiap tahun. Aku sadar melakukannya dan aku melawan tangis-tangis kenangan.
Iya sayang, tangis-tangis kenangan yang mengharukan. Lima tahun bersama kamu dan aku menjadi wanita paling beruntung dalam setiap cerita-cerita yang kita ciptakan. Kamu begitu sempurna menemaniku bermain sepeda setiap sabtu dan minggu, kamu begitu sempurna menemaniku bercocok kebun, kamu begitu bisa diandalkan untuk diajak berdiskusi dan kamu begitu bisa mengambil hatiku yang akhirnya kamu bawa lari, hingga akhirnya separuh hati tak tersisa ini sakit. Iya radang, memanas, melepuh dan akhirnya ia mati rasa. Bahkan hingga lima tahun perpisahan kita, aku masih berharap akan ada lima tahun lagi waktu yang lebih panjang untuk mengenang kita.
Mencintaimu tanpa muara. Aku menjalani hidupku dengan tidak sia-sia. Setiap harinya memuat engkau dalam setiap rubrik koran yang aku baca. Iya, memuat kamu dengan semua kesepakatan-kesepakatan kita yang kamu sebut komitmen. Selepas tangis sore itu, semuanya membuat mata terbuka. Aku mulai dengan pengerjaan tugas-tugas akhir dengan sungguh-sungguh, kamu bilang aku harus sungguh-sungguh, dan hasilnya aku berhasil menyelesaikan tugas akhirku dengan usaha terbaik dan hasil terbaik. Tapi di malam perayaan selesainya tugas akhirku aku pikir kamu akan datang, setidaknya menolerir sikap dan batas bahwa pertemuan kita cukup penting. Kamu tidak datang dan aku memaafkan bahwa kamu pria yang memegang teguh suatu ucapan, batinku saat itu.
Tuhan menyayangiku tanpa batas, dan cintaku padamu masih tanpa muara, ia tidak mengalir, aku yang mengemudikannya hingga ia tumbuh menyatu denganku dan dengan mimpi-mimpiku. Aku mulai bekerja di salah satu institusi pemerintahan, aku menjalani hariku dengan koreksi-koreksi data, aku menjalani pekerjaanku dengan bahagia. Hingga akhirnya aku bekerja di salah satu institusi pendidikan dan mimpiku sebagai pendidik akhirnya terealisasi, Tuhan Maha Sempurna dengan melengkapkan pekerjaanku sebagai salah satu peneliti di suatu lembaga. Aku ingin menceritakan itu semua padamu, tapi aku tahu kamu tidak memerlukan itu, kamu terlalu percaya diri untuk menjalani apa yang katamu baik. Semuanya berjalan, mimpi-mimpiku tidak jalan di tempat, tetapi kamu begitu pandai untuk menahan hatiku jalan di tempat. Ia tidak ingin berpaling hingga lima tahun kemudian datang dengan sendirinya.
Kamu masih ingat bukan ketika malam itu aku bernyanyi lagu Andaikan Kau Datang – Ruth Sahanaya? Kamu menyimakku dengan begitu bahagianya, kamu memujiku tanpa hentinya, kamu membuat semuanya sempurna. Iya sempurna, adanya kamu di sampingku setiap waktu bukan setiap aku butuh adalah sempurna. Hidupku ramai, hidupku pelangi, dan kita selalu dapat tersenyum dalam waktu yang sama. Aku hanya berkamuflase, aku hanya mengingat, mengenang bukan mengharap kamu datang. (bersambung)

Saya tulis untuk salah dua pembaca setia blog afifahrinjani.blogspot.com.
Semoga mampu mengobati keinginanmu membaca tulisan saya.
Terima kasih atas doanya, semoga fiksi yang diharapkan dapat segera terealisasi.