Senin, 29 Oktober 2012

Refleksi Pasca Empat Ratus Empat Belas Hari


Aku hidup bersama mimpi-mimpiku. Satu kalimat yang mendeklamasikan bagaimana fase hidupku selama empat ratus empat belas hari, pasca aku menjadi mahasiswa Universitas Brawijaya. Aku merasa ini merupakan fase terbaik dan terhebat dalam sembilan belas tahun usiaku. Bagaimana tidak? Dalam usia sembilan tahun ini aku merasa banyak perbaikan yang aku lakukan. Perbaikan itu kompleks, meliputi hal yang berkaitan dengan akademik, organisasi, keseharian, bahkan menyentuh hal paling sensitif yakni ‘asmara’, dan semua itu merupakan jembatan untuk meraih semua mimpi-mimpi yang aku tulis.
 Dalam hal akademik aku merasa lebih mandiri dalam belajar. Aku semakin menganggap benar persepsiku selama SMA bahwa belajar tidak hanya mengenai matapelajaran atau saat ini aku menyebutnya matakuliah, lebih dari itu, belajar merupakan suatu hal yang komplek. Belajar meliputi belajar membuka wawasan, menerima perubahan, bahkan belajar memahami karakter seseorang. Aku  merasa mulai mencari dan melakukan itu semua. Evaluasi dan pematangan diri sering aku lakukan. Aku semakin sadar bahwa belajar merupakan suatu kerja keras. Dengan kerja keras itulah aku percaya kesuksesan akan menghampiri.
 Dalam hal organisasi aku merasa lebih bertanggung jawab dan fokus. Dulu saat SMA aku hampir mengikuti seluruh Ekstrakurikuler, mulai jadi punggawa Inti Osis, KIR, Pramuka, Jurnalis, dan abal-abal mengikuti Rohis. Kurang optimal dalam bekerja sempat menjadi suatu kendala untuk melangakh dari satu hal ke hal lainnya. Namun saat kuliah aku mulai menyisihkan manakah yang merupakan kebutuhan, dan manakah yang merupakan keinginan. Kefokusan mulai aku lakukan, dari sekian puluh UKM dan komunitas akhirnya aku memutuskan bergabung bersama BEM FIB Bersatu, Himpunan Mahasiswa Jurusan, Riset dan Karya Ilmiah Mahasiswa, Mata Pena FIB, Unitas Riset dan Kepenulisan Dunia Ilmiah Fakultas dan Brawijaya Mengajar. Mungkin saat ini memang aku merasa segala hal yang berbau kepenulisan dan pendidikan merupakan passion yang baru saja aku temukan.
Kadang orang berpikir ikut organisasi itu agar kita bisa ngeksis, tapi bagiku lebih dari itu. Mengikuti organisasi merupakan suatu kebutuhan, karena hal yang kita dapatkan di organisasi belum tentu kita dapatkan di bangku dalam kelas. Seringkali melalui organisasi aku banyak belajar cara membahagiakan seseorang, melalui berbagi dan memberi manfaat. Dari organisasi pula aku mendapatkan satu persatu keluarga yang saling mengisi cerita kehidupan.
Dalam keseharian pun aku merasa demikian. Terdapat cukup banyak perbedaan. Aku mulai sering berpikir jangka panjang (untuk beberapa hal) dan menggunakan hati dalam menyikapi segala hal yang terjadi dalam hidupku. Aku mulai memikirkan seorang perempuan itu haruslah yang bisa masak, yang bisa menjahit, rapi, menerima dalam beberapa konteks, dan kuat serta sabar dalam menjalani hidup. Seorang perempuan juga haruslah menjadi sosok yang cerdas, karena nantinya kecerdasan itu dibutuhkan dalam hidup, pra menikah hingga pasca menikah. Kecerdasan itu nantinya yang akan menurun kepada gen anak-anaknya. Membahagiakan bukan? 
Berbicara tentang keseharian tidak bisa dilepaskan dari kehidupan kita bersama Tuhan. Dalam keyakinanku aku menyebutnya Allah SWT. Aku semakin merasa Allah memiliki andil yang luar biasa dalam hidupku. Allah menjadi tempat kembali dalam segala nuansa, begitu hebat, begitu setia, dan maha dahsyat. Ia selalu menguatkan dan memberi rencana-rencana yang begitu sulit untuk dinalar namun membahagiakan jika di rasakan. Matiku saja untukMu apalagi hidupku, satu rangkaian kata ini kiranya tepat membahasakan apa yang kurasakan saat ini.
Penggambaran terakhir tentunya mengenai asmara (kisah kecondonganku terhadap lawan jenis). Ini merupakan ranah yang cukup sensitif dalam kehidupanku. Ranah ini yang saat ini begitu hati-hati dalam kusentuh, ranah yang teramat abstrak untuk digambarkan. Dalam ranah ini seringkali aku hanya mampu merasakan tanpa bisa mendeskripsikannya melalui alasan, iya, alasan yang kompleks. Alasan mengapa aku juga menyukainya bahkan menyayanginya, mengapa aku tiba-tiba sering menangis karena rasa yang kurang begitu aku sukai (hal-hal yang terkadang membuat aku cemburu, bahkan sakit), dan ini lebih konyolnya ketika aku teramat mudah memaafkan dan mengabaikan perasaanku sendiri. Ranah ini memang tidak berdampak banyak dalam kehidupanku, karena memang aku tidak begitu memprioritaskannya. 
 Untuk kisah yang sedang ingin kuretas dalam jagaku, aku ingin mengatakan. “Tuhanlah yang mempertemukan kita, lalu tiba-tiba membuat hati kita condong, Tuhan membalik rasa yang kita miliki, dari rasa biasa menjadi tidak biasa, lalu Dia juga dengan mudah membolak-balik segala rasa yang kita miliki. Ketika aku atau kamu ingin berhenti bahkan pergi saat ini, mungkin kita sama-sama tidak akan saling merengek untuk saling menahan, walau aku, kamu atau kita sebenarnya tidak ingin bertambah sedih dan sakit, tetapi menanamkan kepercayaan bahwa kebersamaan kekal adalah perjodohan dari Tuhan harus adanya. Lalu apakah kita berjodoh? Entahlah, itu bukan urusan kita. Kita hanya membutuhkan kesiapan untuk menerima segala kepastian. Kita hanya membutuhkan perjuangan terbaik untuk mendapatkan masa depan terbaik.”
 Inilah seklumit tulisan hasil refleksi kehidupanku. Aku tulis di saat-saat senggang menghadapi UTS, mempersiapkan diri untuk program pengabdian masyarakat, memikirkan konsep FIB Award, menjadi panitia pekan sastra islami dan menyukseskan regenerasi himpunan mahasiswa jurusan. Hidup adalah antara kerja keras dan menikmatinya. Bukan sekadar kita berjuang tanpa ingin menikmati hasilnya.
Malang, dua puluh sembilan oktober dua ribu dua belas.

Sabtu, 20 Oktober 2012

Berbahasa Satu Bahasa Indonesia


Berbahasa Satu Bahasa Indonesia
(Afifah Qodri Rinjani*)
Bahasa menurut kamus bahasa Indonesia merupakan sistem lambang bunyi yang arbiter, yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri. Untuk dapat menggunakan fungsinya dengan baik sebagai alat berinteraksi, setiap anggota suatu masyarakat memiliki bahasanya masing-masing. Hal ini berdasarkan kesepakatan yang telah terjadi di wilayah tersebut. Fenomena tersebut juga terjadi di negara kita, Indonesia.
Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki 13.667 pulau tentu memiliki keanekaragaman dalam berbahasa di setiap wilayahnya. Misal di pulau Jawa masyarakatnya menggunakan bahasa Jawa, di Madura masyarakatnya menggunakan bahasa Madura, begitupun di pulau-pulau yang lain. Fenomena penggunaan bahasa daerah masih acap kali terjadi. Coba anda bayangkan jika fenomena tersebut selalu terjadi secara berkala dalam kehidupan sehari-hari, apakah yang akan terjadi jika kita selalu menggunakan bahasa daerah dalam berinteraksi. Mungkin tidak akan terjadi kesulitan jika kita berinteraksi dengan sesama masyarakat satu wilayah, tetapi bukankah akan menjadi suatu masalah jika kita berinteraksi dengan masyarakat yang berbeda wilayah? Bisa dipastikan pesan yang hendak disampaikan penutur tidak akan maksimal untuk diterima bahkan kemungkinan besar tidak dapat tersampaikan dengan baik. Lalu bagaimanakah solusi untuk menyatukan dan melancarkan komunikasi dalam kehidupan sehari-hari?
Kesepakatan penggunaan bahasa bersama dalam suatu wilayah merupakan jawaban dari pertanyaan di atas. Bahasa kesepakatan tersebut merupakan alternatif untuk dapat menyatukan dan melancarkan komunikasi dalam kehidupan sehari-hari. Suatu hal yang harus diketahui bahwa bahasa daerah bukankah juga tercipta karena kesepakatan masyarakat tersebut untuk menggunakan bahasa yang dipilih? Tentu saja jawabannya adalah tidak salah atau sama dengan benar. Pertanyaan selanjutnya adalah bahasa apakah yang dapat menyatukan dan melancarkan komunikasi dalam kehidupan sehari-hari bagi kita masyarakat Indonesia?
Bahasa Indonesia merupakan jawabannya. Bahasa Indonesia merupakan bahasa nasional yang sudah ditetapkan di negara kita Indonesia. Bahasa Indonesia telah dinobatkan sebagai bahasa nasional sejak tanggal 18 Agustus 1945. Hal itu ditandai dengan disahkannya Undang-Undang Dasar 1945 sebagai Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang di dalam pasal 36 disebutkan bahwa “Bahasa Negara adalah Bahasa Indonesia”. Bahkan sebelum Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, Bahasa Indonesia telah diikrarkan sebagai bahasa kesatuan saat terselenggaranya Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928 yang diungkapkan dalam unsur ketiga yakni “Kami Putra dan Putri Indonesia mengaku menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia”.
Bahasa Indonesia merupakan bahasa pemersatu bangsa. Hal ini dapat terlihat ketika kita dapat menggunakan bahasa Indonesia di seluruh wilayah di Indonesia, seseorang yang kita ajak berkomunikasi dengan bahasa Indonesia akan dengan mudah menangkap pesan yang kita sampaikan. Selain itu, bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dapat juga digunakan untuk berkomunikasi dengan bangsa Indonesia yang sedang berada di mancanegara (luar negeri). Akan terjadi suatu pola keakraban tersendiri ketika kita menggunakan bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari, hal tersebut dikarenakan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional memiliki fungsi tersendiri sebagai bahasa pemersatu suatu wilayah, tepatnya wilayah Indonesia.
Menambah kebanggaan tersendiri jika bahasa pemersatu mencapai tingkat kemajuannya di lingkungan global. Di beberapa negara ASEAN, bahasa Indonesia sudah dijadikan bahasa kedua setalah bahasa resmi wilayah tersebut. Bahkan bahasa Indonesia dimasukan ke dalam kurikulum matakuliah atau mata pelajaran di beberapa wilayah di dunia, misal di Australia, Cina, Uzbekistan, dan lain-lain. Tentu itu merupakan suatu kebanggaan tersendiri bagi kita pemilik dan pengguna bahasa Indonesia.
Salah satu keunggulan bahasa Indonesia dibanding bahasa internasional lain misal bahasa Inggris adalah mudahnya dipelajari karena kemampuan bahasa Indonesia untuk menjadi bahasa pergaulan dan tidak adanya kasta-kasta. Bukan suatu hal yang mustahil atau tidak mungkin bahasa Indonesia akhirnya akan menjadi bahasa Internasional, seperti bahasa Inggris, Perancis, dan Mandarin.
Berdasarkan uraian-uraian di atas, bisa kita ambil kesimpulan bahwa bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu bangsa memberikan andil yang luar biasa dalam kehidupan sehari-hari. Selain sebagai media mempermudah komunikasi juga sebagai pusaka yang dapat membanggakan kita sebagai pemilik dan pengguna bahasa resmi tersebut. Lalu bagaimanakah reaksi kita sebagai generasi muda setelah mengetahui fenomen tersebut?
Menjadi lebih bersemangat menggunakan bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari. Kalimat tersebut merupakan salah satu jawaban lugas untuk memosisikan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan pusakan bangsa Indonesia. Dengan menggunakan bahasa Indonesia dalam berinteraksi sehari-hari tentu akan memudahkan komunikasi dengan sesama pengguna bahasa Indonesia, kemudian akan tercipta suatu rasa tersendiri yang membentuk pola keakraban dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan 13.667 pulau semua akan bersatu dalam satu bahasa, yakni bahasa Indonesia.

*Penulis merupakan mahasiswa semester 3 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Brawijaya.

Senin, 15 Oktober 2012

Selasa, 09 Oktober 2012

Masih Tentang Kamu Makhluk Tuhan Berabjad Awal A


Terima kasih makhluk Tuhan berabjad awal A. Ini hari ke tiga ratus sebelas pertemuan kita. Hari ini masih pagi. Tiba-tiba aku ingin berkisah tentang pagi. Pagi adalah waktu di mana pertama kali kita bertatap. Pagi itu saat kita bertatap masih dalam balutan musim hujan. Saat pagi itu pula aku dan kamu bagai dua makhluk asing. Dalam pagi itu pula sepertinya ada yang berbeda, entahlah...

Bertemu denganmu adalah Takdir. Itu yang masih aku yakini hingga pagi ini. Bertemu denganmu bukanlah suatu kebetulan. Itu yang masih tak pernah aku pertanyakan pada Tuhan. Bertemu denganmu adalah titik ubah yang tak biasa. Itu yang membuatku tak mudah gampang menyerah. Bertemu denganmu adalah cerita. Itu yang tak jarang memacu aku untuk semangat berkarya.

Cerita kita mungkin masih dalam rasa diam. Diam tanpa mengadu, diam tanpa saling bilang, diam tanpa saling merasa. Entah apa yang kita pikirkan, entah apa yang kita rasakan, entah apa yang kita jalani, dan entah sampai kapan semua ini akan bermuara. Kita pernah saling bertemu, kita pernah saling sapa, kita pernah saling malu menatap, kita pernah duduk dalam satu jajar, kita pernah saling memberi kabar, kita pernah saling menuntut walau itu dulu, kita pernah saling sakit, kita pernah saling tidak percaya. Lalu kita pun pernah saling bermanja (tanpa saling bicara), kita pernah saling bercanda , kita pernah saling rindu (walau jarang sekali terutarakan), dan aku pernah sesekali merasakan kamu menggenggam tanganku untuk sekadar melindungiku dari kerumunan, aku pun pernah merasakan kepalamu bersandar di bahuku ketika kamu lelah, dan aku pun pernah merasakan kamu begitu menyenangi pertemuan kita. Itu semua pernah terjadi dalam tiga ratus sebelas hari pertemuan kita. 

Terima kasih makhluk Tuhan berabjad awal A. Kamu tak jarang mengajariku untuk selalu bekerja keras. Kamu tak jarang mengajariku untuk selalu percaya pada keputusan Tuhan. Kamu tak jarang mengajariku untuk tidak berharap pada kisah yang kita jalani. Kamu tak jarang mengajariku untuk bersikap bahagia dalam diam. Kita mungkin abstrak dalam setiap percakapan, tapi aku percaya rasa itu masih ada dan selalu ada. Aku percaya rasa itu tak beku walau musim mulai berganti. Aku percaya terkadang kita harus melewati batas tersulit sebelum memulai pada titik permulaan. 

Terkadang aku berpikir, mengenalmu saja sudah cukup. Tapi tak jarang pula aku berpikir, tanpa cerita kita selama tiga ratus sebelas hari ini adalah hambar dalam rasa. Mungkin memang kita saling butuh, itu mengapa kita setiap hari saling datang. Entah dari mulai titik ini, apa yang akan terjadi. Aku hanya ingat saat itu kau bisikan dengan samar di telinga kananku, ‘kita lihat saja nanti’. Makhluk Tuhan berabjad awal A kamu memang selalu mengawali, kamu memang selalu menjadi yang pertama setiap pagi.

Kamis, 04 Oktober 2012

Menjadi Seorang Perempuan itu Haruslah

1. Cerdas. Ia dapat menempatkan dirinya pra memiliki pemimpin, dan ia tahu bagaimana cara untuk menjadi sosok yang layak untuk pemimpin yang diinginkannya (melakukan yang terbaik). Perempuan yang cerdas tidak pernah menyesal atas setiap hal yang dilakukannya, melainkan ia beristighfar dan segera memperbaiki kesalahannya tersebut. Begitupun ketika ia telah memiliki pemimpin, ia dapat mengimbangi dan menempatkan diri di hadapan pemimpinnya, kemudian kecerdasan itu ditularkan kepada buah hatinya.
2. Pandai Memasak. Rutinitas inilah yang seharusnya dibiasakan sejak dini, belajar memasak. Dengan membiasakan diri memasak, lambat laun ia akan tahu bahwa ada seseorang yang menyukai masakannya. Baik teman-temannya, keluarga terkasih, calon pemimpinnya, keluarga pemimpinnya bahkan seseorang yang kurang menyukainya sekalipun. Semua berhak merasakan hasil masakannya yang pas.
3.  Memiliki rasa malu yang lebih. Iniah yang saat ini menjadi suatu konsep yang harus mulai diterapkan. Perempuan haruslah memiliki rasa malu yang lebih, lebih bukan berarti berlebih-lebihan. Show up is OK, tetapi harus mengingat, bahwa kita memiliki koridor untuk itu semua. Tertawa jangan berlebih-lebihan, pergaulan dijaga, dan sejenisnya. Tidak mudah bukan? Masih gamang akan konsepnya, makanya belajar.
4. Dekat dengan Tuhan. Sesuatu yang paling penting bagi seorang perempuan, dekat dengan Tuhan. Perempuan tidak hanya berorientasi bagi kehidupannya di dunia, melainkan juga harus seimbang dengan akhiratnya, sholat lima waktu, puasa wajib, begitupun sunnahnya. Saling berbagi dengan sesama. Mumpung masih belum berusia 22 tahun, ayolah lakukan yang paling baik yang bisa dilakukan.
5. Tanggung Jawab. Ia harus bertanggungjawab atas setiap hal yang dilakukan. Segala rutinitas yang ia putuskan untuk dijalani, maka tanggung jawab adalah pengikat yang paling bisa diandalkan. Lakukan amanah dengan baik.
6.  Berpenampilan Rapi. Ini dia yang harus dilakukan oleh seorang perempuan. Bukan untuk menjerat lawan jenis, melainkan lebih dari itu. Berpenampilan rapi mendorong ia untuk selalu berkehidupan secara teratur dan tertata. Menyenangkan bagi dirinya karena nyaman dengan kondisinya, lalu memberi pahala bagi yang melihatnya. Intinya semua diniati untuk Tuhan semata.
7. Manajemen perkataan. Hati-hati, ini dia yang paling banyak menjatuhkan perempuan itu sendiri, kurangnya manajemen dalam berbicara. Diri kita yang sepenuhnya mengetahui tentang hal ini, manakah yang sangat penting, penting, cukup penting, kurang penting, atau yang hanya menghabiskan tenaga dan menambah dosa saja. Ayooo belajar untuk itu!
8. Tidak mudah berkata ‘IYA’. Penerapan dalam segala aspek kehidupan, tidak boleh dengan mudahnya untuk berkata iya, apalagi jika ia mendapati beberapa laki-laki menyukai bahkan menyayanginya, cukuplah katakan terima kasih. Itu lebih akan menghargainya ketimbang dengan mudahnya berkata iya kemudian menjalani semuanya dengan segala hal yang masih kekanak-kanakkan bahkan terkesan bodoh dan pembodohan. Katakan ‘IYA’ pada suatu hal yang kamu yakini kebenaran dan siap akan konsekuensinya, katakan ‘IYA’ pada ‘dia’ yang kamu yakini adalah separuh dari tulang rusukmu dan akan meluruskan tulang rusukmu yang bengkok.
9. Mandiri dan suka menabung. Serangkaian investasi untuk masa depan. Inilah yang penting untuk segera dipraktikkan. Seorang perempuan tidaklah boleh untuk menggantukan kehidupannya pada orang lain. Misal: temannya, laki-laki, atau siapa pun itu. Perempuan haruslah menjadi pribadi yang mandiri. I siap dengan segala kemungkinan yang akan dihadapi, kemudia menabung. Ayooo-ayooo mumpung belum berusia 22 tahun.
10. Kuat Hatinya. Menangis itu boleh, karena setiap perempuan memiliki caranya sendiri untuk dapat mempertahankan hidupnya. Bagaimanapun caranya, menguatkan hati adalah satu dari sekian hal yang harus digaris bawahi perempuan. Menguatkan hati sama dengan perempuan masih mencintai hidup.
12. Tidak boleh lekas marah, dan putus asa. Kesabaran adalah ciri kita makhluk Tuhan. Dalam gema wahyu ilahiNya berkali-kali Tuhan mengatakn ‘sabar, sabar, sabar’. Sabar adalah satu dari sekian bentuk usaha kita untuk tidak menjadi seperti setan, ‘pemarah’. Menakutkan sekali bukan. (pip)