Aku mulai ingin bermain-main lagi. Satu kalimat yang menjadi cerita dalam sepekan ini. Aku mulai ingin bermain-main lagi, bermain-main bersama api yang aku sendiri tidak tahu apakah aku bisa terbakar karenanya. Aku tidak ingin lama-lama sunyi-sunyi, sepi-sepi, bahkan meneteskan air dari mata sayu ini. Intinya aku mulai ingin bermain-main lagi.
Aku ingin kembali melihat awan tanpa mendung, melihat pagi tanpa embun, melihat petang tanpa senja, melihat malam tanpa bintang. Aku ingin bermain-main seperti anak kecil menyikapi kejadian dengan sebenarnya. Seperti manusia menerjemahkan angka dengan sewajarnya, tidak istimewa, tidak luar biasa. Sewajarnya dan seadanya, itu cukup.
Kadang setiap pribadi dewasa berpikir aku begitu kanak-kanak dalam menyikapi setiap problematika hidup. Iyakah? Apakah bermain layang-layang, bermain air hujan, bersepeda, bahkan bermain petak umpet itu suatu hal yang tidak biasa dilakukan oleh seorang remaja yang BARU HENDAK menginjak dewasa? Opini-opini seperti itu seakan beterbangan dalam sepekan ini. Aku bilang, aku mulai ingin bermain-main lagi.
Bukan aku berlari dari setiap kisah yang aku pilih sendiri. Bukan aku berlari dari setiap kenangan yang aku buat sendiri. Bukan aku menghindar dari setiap sapaan yang aku datangi sendiri. Bukan aku mencoba mengubur setiap fase yang kodrati terjadi. Bukan, aku hanya sedang ingin bermain. Aku hanya ingin sejenak melepas segala hal yang membuatku menjadi sosok yang tidak berambisi. Pergilah! Satu kata yang ingin aku lontarkan pada cemara-cemara senja di kaki bukit indah itu. Aku seperti kelabu yang seakan-akan masih terus menghalangimu.
Ada balon merah, kuning, hijau, hingga biru berderet-deret di kawah berdebu itu. Aku ingin menggapainya, dengan sisa tenaga yang ala kadarnya. Aku hanya ingin bermain-main, bermain-main dengan hari yang masih tersisa, dengan denting waktu yang masih menderu. Sebelum berhenti, sebelum tiada lagi, aku mulai ingin bermain-main lagi. Masih boleh kan Tuhan???
Bagus fa
BalasHapus