Happy weekend sahabat Rinjani.
Sabtu ini saya akan memberikan argumentasi berupa celotehan-celotehan saya
mengenai Madura. Betul, Madura yang dulu sering saya dengar sebagai kota Garam
*katanya di Indonesia. Sebuah pulau yang terletak di ujung Jawa Timur, memiliki
beberapa kabupaten di dalamnya. Madura identik dengan panas dan gersang
*katanya. Menyelipkan tanda bintang dan ‘katanya’ merupakan salah satu bentuk bahasa
yang tepat karena saya belum pernah mengunjungi Pulau Madura tersebut.
Okay kita atur cerita yang akan
saya ceritakan. Berbicara dengan Madura identik dengan kegiatan Study Tour saya
ketika kelas XI di MAN 2 Madiun. Saat itu secara tidak sengaja atau sengaja,
bus yang kami naiki memasuki jembatan Suramadu, kami tidak berhenti dan tidak
turun dari bus tersebut. Hanya melewati saja, melewati. Lalu jika mendengar
Madura, ingatan saya juga kembali terkuak dengan kisah saat Pesantren Kilat di
Jombang goes to Campus *apaan sih namanya. Saat itu kami diajak mengunjungi
Jembatan Suramadu lagi, lebih beruntung bus yang kami naiki berhenti dan
sedikit banyak saya bersama teman-teman mulai menginjakkan kaki di tanah yang
memang rasanya berbeda dengan tanah Jawa. Eitsss...bukan diskriminasi loo...
*hawanya saja.
Itu seklumit tentang saya dan
Madura versi lokasi. Ingin tahu Madura menurut saya dengan metode analisis?
Laaa,,, kalau yang ini berawal dari kunjungan bapak Zawawi Imron *kalau yang
sastrawan pasti pada kenal, minimal suka sastra. Beliau berkunjung ke
Universitas Brawijaya pada tahun 2011 akhir, pada saat itu saya iseng-iseng
ikut membaca puisi, malamnya bapak Zawawi ini mengisi sejenis kuliah tamu.
Siapa sangka siapa duga, karena saya baru pertama kali mendengar namanya beliau
berasal dari Sumenep Madura. YES, Sumenep kabupaten paling ujung dari Pulau
Garam ini. Kabupaten yang setahu saya dari cerita teman saya merupakan
kabupaten yang dahulunya berdiri sebuah kerajaan/ keraton. Balik ke Pak Zawawi
ya, beliau begitu mencintai sastra, lebih dari suka, dan sungguh-sungguh luar
biasa karyanya, coba deh sekarang pada baca karya beliau, minimal yang judulnya
IBU. Bahasanya lantang dan mengena.
Masih bergumal dengan Madura,
kebetulan pagi ini saya membaca Majalah Mimbar Pembangunan Agama (Majalah dari
Kementerian Agama), saya terbiasa membaca majalah tersebut sejak saya mulai
mengenalnya. Kira-kira ya sejak saya masih di MTsN Kedunggalar-Ngawi, bapak
yang kebetulan bekerja di bawah nanungan Kementerian Agama selalu mendapatkan
majalah tersebut, ndak teliti juga sih berapa kali terbit dalam satu tahun.
Langsung ya, saya menemukan karya-karya puisi yang dimuat minimal dan mayoritas
pasti karangan dari warga Madura dan serius rata-rata Sumenep. Wah... apa
keturunannya Romo Zawawi Imron semua ya. Mungkin kebetulan mungkin juga memang
masyarakat di daerah tersebut terbiasa bercerita dan bergumal dengan kata-kata
puitis. Jadi apa kesimpulan saya?
Kesimpulan saya Sabtu ini adalah
bahwa saya mulai belajar mengenal Madura, saat saya belajar mengidentifikasi
saya menemukan bapak Zawawi Imron seorang sastrawan luar biasa, secara
kebetulan saat saya membaca Mimbar Pembangunan Agama, saya menemukan juga karya
mayoritas dari pulau Garam tersebut, dan ditarik garis mereka berasal dari
Sumenep. Lalu ada apakah dengan Sumenep? Wah... itu yang belum bisa saya
simpulkan.
Begitulah cerita saya sabtu ini
sahabat Rinjani. Saya masih akan kembali dengan cerita-cerita saya selanjutnya.
Jika masih pada penasaran tentang Madura, next time saya akan kembali
menceritakan tentang pulau tersebut. Harapannya pasti dengan cerita yang lebih
real? Bagaimana caranya? Pasti dan pasti dengan kegiatan mengunjungi pulau
tersebut. Semoga saja terlaksana. Okei, sekian dulu ya bagi-bagi cerita Sabtu
ini, semoga sedikit banyak membawa manfaat. MENULISLAH, DENGAN MENULIS DUNIA
AKAN MENGENALMU J
0 komentar:
Posting Komentar