Pegang Tiket Mallabar, rasanya langsung keingat Malang. Wah...ndak
terasa beberapa hari lagi saya akan memasuki semester lima. Semester yang
katanya sudah ndak bisa dibuat santai lagi. Semester yang katanya kudu wajib
dan amat sangat serius buat lebih memperdalam ilmu akademiknya (padahal juga
harusnya dari semester satu)*eaaa... Semester lima kali ini akan diawali oleh
rasa terima kasih kepada teman-teman yang cukup memberi saya pengaruh dalam
meniti baik awal dan pertengahan kehidupan di kampus. Beberapa garis besar akan
saya ceritakan di sini.
Entah mengapa saya merasa belum dapat mengatakan mereka
sebagai sahabat, bagi saya ini adalah pertemanan yang lebih. Iya lebih baik
*mungkin kami bersahabat. Namun istilah teman di telinga saya lebih populer ketimbang
sahabat, *bukan trauma sama kata sahabatan looo. Kata teman mengidentikan bahwa
kita sudah menjalaninya lebih, kita sama halnya berkawan, berpacu, dan kami
pernah menjalani asam manis bersama. Menjadi teman yang baik tidaklah selalu
menjadi teman yang akan memberikan rasa nyaman bagi kita, tetapi juga rasa
ingin berkembang, setiap hari, dan setiap waktu.
Saya biasa memanggilnya kak Riza. Berteman dari hasil
ketidaksengajaan saat kami hendak lulus dari putih abu-abu. Laki-laki ini
merupakan salah satu teman pertama saya saat saya mulai berjuang di kampus
biru. Kami berbeda program studi, fakultas, asal daerah, asal sekolah dan
mungkin WATAK. Ia berasal dari keteknikan pertanian (mupeng banget pengen
disebut anak Teknik, jelas-jelas fakultasnya Teknologi Pertanian, tapi ya biar
senang saya anggap IYA). Ia merupakan mahasiswa semester lima (sama) yang
berasal dari pulau seberang satu provinsi Jawa Timur. Tabiatnya halus kalau pas
lagi halus, tapi tetap halus walaupun kadang ndak sadar dalam keadaan yang
terjepit. Iya, dia merupakan satu sosok yang tutur katanya sering saya artikan
mengglobal. Kebiasaan baik dari dia yang ditularkan kepada saya adalah sifat
semangat dan mau belajar. Ia merupakan penyuka musik pagi Bondan Prakoso dan
mulai aktif di beberapa kegiatan intra dan ekstra kampus ini. Pertemanan kami
fluktuatif, tapi bisa dikatakan paling konstan. Mengapa? Karena dalam
pertemanan kami, kami terbiasa ingin melakukan suatu aktivitas yang saling
mendorong dan menyemangati. Laki-laki inilah yang pertama kali mengantarkan
saya ke desa Pengabdian Masyarakat dengan rute yang amat luar biasa (pernah
sadar kita pernah jatuh), laki-laki yang tidak pernah lupa mengucapkan selamat
ulang tahun setiap maret (pernah membuat saya terharu pada tahun 2012, dan maaf
saya sempat mengecawakan pada tahun 2012) pula, laki-laki yang bersamanya saya
banyak menulis mimpi-mimpi (mimpi berprestasi *tanda petik), dan masih sederet
bahkan buanyak lagi hal yang belum bisa saya ceritakan tentang dia. Satu mimpi
kami yang mungkin sempat terkendala adalah menulis buku bersama. Hal inilah
yang menjadi candu bagi saya untuk selalu mengeksplorasi semangat menulis saya,
Mungkin langkah awal kami serta hadiah pertama kami di tahun 2013 adalah
keberangkatan kami mengikuti Mipa Untuk Negeri Konferensi Ilmuwan Muda
Indonesia di Universitas Indonesia (Ndak nyangka abstrak kita lolos, maaf belum
bisa menjadi satu tim). Itulah cerita singkat tentang salah satu teman saya
yang cukup berpengaruh hingga saya akan memasuki semester lima (Terima kasih
untuk papinonya, kometnya, cerita-ceritanya, dan semoga setruman positif selalu
mewarnai perjalanan kita). Kak Riza merupakan salah satu teman saya yang cukup
membuat saya profesional dalam berteman dengan laki-laki. Mengajak saya realistis,
menjadi kakak dan menjadi *mungkin sahabat.
Saya biasa memanggilnya Ika. Kami satu program studi satu
angkatan. Jarang komunikasi, sekali komunikasi pasti tentang kegiatan.
Perempuan dari kota lamongan ini merupakan teman yang paling bisa membuat saya
nyaman. Kadang bersifat sejenis emak-emak karena sering ngomelin saya. Iya dia
merupakan mahasiswi yang cukup sering ngomelin saya karena sifat terlambat saya
datang ke kampus (padahal ndak setiap hari), karena saya sering terlambat
ngumpulin tugas, dan karena saya yang katanya terlalu memikirkan non akademik
(tapi GPA saya masih cumlaude lo ik). Kami mulai intens berteman saat semester
empat kemarin (ya namanya adaptasi dan penyesuaian, pasti kita akan menemukan
yang paling nyaman). Tiba-tiba saja kami disatukan dalam himpunan, dalam
lembaga riset fakultas, dan dalam hal apapun saya sering merekomendasikan dia
dalam kegiatan yang mungkin saya butuh partner dalam melakukan. Ia merupakan
salah satu mahasiswa yang sering mendapat pujian dari salah satu dosen favorit
saya, iya bapak Wahyu Widodo. Pak Wahyu sering memuji cara kecakapan dan
analisis penelitian Ika. Hal itulah yang kadang membuat saya berkaca sekaligu
berkaca-kaca, wah...Subhanallah ya, luar biasa. Memang kalau dipikir-pikir kita
memiliki rutinitas yang berbeda, ia lebih sering aktif dalam kegiatan akademik,
sedangkan saya non akademik (tapi puji syukur IPK kami tetap dan akan selalu
Cumlaude, insyaAllah). Perempuan ini di mata saya merupakan mahasiswa yang
sangat rajin, telaten dan mau belajar. Itulah yang membuat saya kadang berpikir
bahwa saya sangat cocok berteman dengan karakteristik perempuan semacam ini.
Mengatakan saya salah di saat memang saya salah, tidak akan membela saya jika
saya memang sangat bandel terpeleset kuliah, dan yang akan selalu saling
bertanya jika kami merasa ada hal yang kami pertanyakan. Kami suka bertanya,
karena dengan bertanya kami akan saling tahu. Berbeda dengan kak Riza, Ika
adalah teman yang sering saya jadikan rujukan untuk kegiatan akademik. Adanya
dia membantu kehidupan saya menjadi lebih baik. Menata dan selalu menaa bahwa
LEBIH BAIK BERTINDAK DARI PADA BERBICARA. Saya masih ingat kita sama-sama
bermimpi naik pesawat bukan tahun ini? Semoga ada kompetisi yang akan
mengantarkan kita. Selamat datang rival semester lima.
Itulah dua teman baik saya yang cukup memberi pengaruh bagi
kehidupan saya. Mereka adalah salah satu harta terbesar bagi saya *harta karun?
LEBIH DARI HARTA KARUN. Melalui mereka saya belajar untuk berteman dengan lebih
baik, menempatkan setiap cerita pada posisinya. Masuk ke dalam kehidupannya,
dan menjadi bagian yang akan mereka datangi ketika rasa membutuhkan itu datang.
Tidak perlu mengatakan saling
menyayangi, karena sikap lebih mengatakan itu. Saat ini kami berteman, dalam
hati kami berteman, dan dalam pengasihan Tuhan kami selalu mengharap kebaikan. Siapakah
teman-teman terbaik dan berpengaruh dalam kehidupan saya? Tunggu ya... saya
akan menceritakannya kembali nanti. Selamat datang di semester lima.
0 komentar:
Posting Komentar