Selamat
siang teman-teman pembaca setia afifahrinjani.blogspot.com. Semoga hati kita selalu
dalam keadaan baik dan menyenangkan. Siang-siang begini pasti enak menikmati rujak
petis dan segelas es dawet, wahhh... (curcol). Kamis ini saya ingin sedikit
berceloteh tentang konsep pemahaman saya pada Adz-Dzaariyaat: 49. "Dan
segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu
mengingat akan kebesaran Allah". Subhanallah, eitsss...tentang jodoh
bukan? Biar ndak salah fokus yuk pantengin lagi. Tulisan ini termotivasi dari
satu fenomena yang secara beruntun menjadi cerita panjang pada lingkungan saya
tumbuh hari ini.
Saya berada pada lingkungan dengan aneka
ragam kepribadian dan pandangan, bahkan keyakinan. Beberapa teman saya masih
cukup banyak bahkan banyak yang masih menganut ikatan kasih sayang itu ya jadian
(pacaran), beberapa menganut ikatan kasih sayang itu ya langsung
temui orang tuanya, ikatan kasih sayang itu ya taaruf, komitmen, ataupun
segala bentuk penyebutan lain yang inti dasarnya adalah sama, mencoba
mengikat. Mungkin bagi newbie seperti saya yang masih
suangaaattt jarang mencoba menginterpretasikan sebuah firman, hal seperti ini
jelas masih begitu asing. Tetapi lagi-lagi, pelarian yang terbaik dalam
hidup adalah berlari mendekati Tuhan, membaca dan menuliskan, eeaaa... Okey
kembali pada fokus awal.
Lalu apa yang ingin saya tuliskan?
Baiklah saya mulai dari pandangan saya, tulisan ini merupakan upaya saya mengubah
mindset saya. Saya bukan perempuan yang menantang keras bahkan habis konsep
pacaran (definisi kembali pada yang menjalani), saya juga bukan
penantang keras konsep-konsep taaruf yang kemudian bertransformasi
menjadi (hanya istilah, tindakan sama saja), dan saya bukan pendukung
berat konsep-konsep ikatan lain atas nama apapun. Saya selalu meyakini,
hakikatnya setiap manusia berhak memilih jalannya sendiri secara bebas
dan terlindung, saya hanya berkewajiban untuk mendoakan kebaikan bagi
teman saya, membagi pundak jika mereka datang karena tersakiti, dan menyediakan
waktu untuk sekadar mereka bercerita, walaupun sesungguhnya saya belum
menjadi perempuan yang selalu bisa menyelesaikan perihal hati saya
sendiri.
Karena hidup itu untuk berbagi, dan saya
sedang mencoba menjalaninya. Saya memiliki teman-teman yang sesungguhnya saya
sayangi, yang sejujurnya sering saya rindukan jika libur panjang berdatangan. Bohong
jika TIDAK nangis berkepanjangan, nafsu makan berkurang, tugas-tugas kuliah
cukup kurang fokus, bahkan lebih sering ingin diam ketimbang harus
berkomunikasi dengan banyak orang, yaaa...mungkin itulah gambaran mengenai
fenomena setelah satu dari dua insan memilih untuk tidak bersama atau lebih
elegannya mencoba menjalani kehidupan masing-masing. Saya ambil ‘akibat’
tersebut dari rangkuman-rangkuman kisah dan ekspresi perempuan. Untuk yang kuat
ya syukurlah, bagi yang ndak kuat maka mungkin tulisan saya ini sedikit
memberi makna. Saya tidak memberikan opsi untuk mencari lagi (pasangan),
karena itu kehendak, bukan pesan. Tarik nafas...senyum...dan bacalah ayat
dalam Al-quran Adz-Dzaariyaat: 49, janji Allah (saya sebut demikian).
Saya tidak tahu dari mana inspirasi saya
menulis ini. Kajian saya buanyaakkk yang bolong, mengaji saya masih banyak yang
belum satu juz per hari, tetapi saya meyakini, tulisan ini karena masih ada
iman di hati. Allah menuntun saya, Ia tidak pernah ingin hambaNya tersesat.
Jawaban kegundahan, kepastian akan ketakutan, dan Ia mengajak saya untuk
mendekat agar dipeluk, Ad-Dzaariyaat: 49 menjadi jawaban kuncinya. Hakikatnya
tidak perlu ada yang ditakuti jika ada yang pergi, hakikatnya menangislah
hingga beranak sungai sekalipun jika itu
mampu melegakan hati, mencoba menenangkan diri dengan memutus segala komunikasi
(bedakan dengan silaturahim yakkk) dan cukup mengingat bahwa kita tidak
diciptakan untuk hidup sendiri. Allah sediakan pasangan tanpa harus kita
ragukan, Allah sediakan pasangan tanpa harus kita bertelenovela gantung diri
pasca ditinggal orang yang kita cintai, penganut model ikatan seperti
apapun kamu, tengoklah ke dasar hatimu, Tuhan tidak pernah membohongimu. Setidaknya
saya selalu meyakini konsep ini, dengan terus memperbaiki diri (mengupayakan
selalu).
Jangan
biarkan hatimu menyalahkan sikap orang lain yang menyakitimu, pelan-pelan kamu
harus menerima, bahwa tidak semua orang berhak bersikap baik untuk
mendidikmu. Entah
dari mana saya bisa berpikir seperti ini, karena hakikatnya jika kita masih
memiliki mimpi, kita akan selalu yakin bahwa bumi tidak akan berhenti
berotasi saat pasangan kita dalam model dimensi apapun pergi. Yakinlah,
bahwa kadang meyakinkan diri kita terlebih dahulu ini penting. Konsep tulus,
konsep memberi, dan semuanya bermuara pada ikhlas. Aissss...ya mungkin ini
merupakan kilasan instropeksi pasca secara beruntun fenomena-fenomena yang
selalu menguras air mata itu datang. Cukup yakini, Tuhan lebih dekat dari pada
ulu hati kita sekalipun. Semangat menguatkan diri kita, semangat melanjutkan
hidup yang diyakini tidak akan sia-sia. Menyimak persepsi orang lain itu
perlu, tetapi meyakini kata hatimu dan
firmanNya itu lebih diperlukan. So...keep fight! Selamat menikmati
segelas es cincau hitam dengan santan kental dan es batu serut, pasti hatimu
lebih tenang.
- Terima
kasih untuk kabar terbaik dari Semarang dan telepon singkat dari ibuk di akhir
bulan (Semakin sayang pada ibuk dan bapak, terima kasih telah mengajari saya
berjilbab sejak TK, semoga pasca tertera dewasa saya pun dituntun untuk
menjilbabi hati saya) -
0 komentar:
Posting Komentar