Jumat, 25 April 2014

Sinopsis Pulang karya Laela S.Cudlori


Pulang karya Laela S.Cudlori rekam jejak 1965 – 1998 berkisah tentang Dimas Suryo, Lintang Utara dan Segara Alam. Tentang cinta, persahabata, pengkhianatan dan keinginan pulang ke Indonesia setelah sekian lama menjadi eskil politik (tahanan politik) akibat terindikasi terlibat dalam G/30 S oleh Partai Komunis Indonesia. Cerita setebal 464 halaman ini merekam jejak sejarah kehidupan para tahanan politik beserta kawan, kerabat dan keluarganya dalam masa meletusnya G/30 S hingga tumbangnya masa orde baru yang ditandai dengan didudukinya gedung MPR di Jakarta oleh para aktivis pergerakan.
Di awali dengan Dimas Suryo, lelaki asal Solo Jawa Tengah yang pernah mengenyam pendidikan di Universitas Indonesia ini tidak pernah mendeklarasikan dirinya adalah golongan dari kelompok tertentu. Ia bekerja di Kantor Berita Nusantara yang hampir kesemuanya aktif dalam kebudayaan Lekra. Ia bersahabat sekaligus berelasi kerja dengan Hananto Prawiro. Senior yang sekaligus aktif mendeklarasikan ia merupakan golongan dari orang-orang kiri. Dipertemukannya mereka dengan Surti Anandari anak seorang dokter dari golongan borjuis yang kemudian mengisahkan Kenanga, Alam dan Bulan menjadikan kisah mereka teramat panjang dan mengilhami bagian-bagian selanjutnya dalam Pulang.
Dimas yang tidak pernah melabuhkan dirinya pada suatu ketetapan menjadi bagian dari kelompok tertentu ataupun tidak memutuskan untuk melabuhkan hatinya pada seseorang terpilih, akhirnya harus mendulang buahnya menjadi pengelana dan penetap di Perancis pasca menghadiri konferensi yang ia sendiri tidak begitu mengetahui dan memahami. Konferensi yang seharusnya dihadiri oleh Mas Hananto tersebut, kemudian mengajakanya untuk tidak merasakan letusan G/30 S yang pada September 1965 yang meledak secara serentak di Indonesia. Operasi besar-besaran pun dilakukan. Pencidukan, penyiksaan, dan teror menghantui setiap keluarga yang diindikasi terlibat atau bahkan dilibatkan secara sengaja. Dimas yang hanya mampu membaca surat dari Aji Suryo (adiknya), Surti Aandari (kekasihnya ‘jangka lama’), Hananto Prawiro (sahabat sekaligus rekan kerja dan diskusi yang menjengkelkan) serta teman-temannya yang lain di Indonesia merasa bahwa dirinya harus segera pulang ke Indonesia.
Perancis pun akhirnya harus menjadi tempat Dimas singgah, bukan berlabuh. Pertemuannya dengan gadis Perancis Vivienne Deveraux saat aksi di Universitas Sorbonne menjadi awal mula Dimas memutuskan untuk tinggal berlama di negara yang terkenal dengan Menara Eifelnya tersebut. Metro dan berbagai sudut menarik di Perancis, aneka kerenyahan sastra dan musiknya, serta Vivienne yang mengalami le coup de foudre atau cinta pada pandangan pertama pada lelaki Asia itu pun akhirnya membuat Dimas menghabiskan waktunya di Perancis. Vivienne pun mengerti bagaimana perbedaan penyuaraan pendapat di negaranya dan di negara asal lelaki yang dicintainya. Ia pun menjelma menjadi sosok yang mengerti Dimas Suryo dengan segala sisinya (yang terlihat, bukan hatinya). Beberapa waktu berlalu dan membuatnya terikat dengan sebuah perkawinan. Inilah yang kemudian akan mejadi cerita awal dari Lintang Utara dan Restoran Tanah Air.
Restoran Tanah Air bukti kecintaan dan kerinduan Dimas, Risjaf, Mas Nug, dan Tjai serta awal rasa penasaran Lintang Utara pada satu kata I.N.D.O.N.E.S.I.A. Restoran yang menyediakan aneka ragam masakan Indonesia dengan chef ahli Dimas Suryo yang begitu peka pada racikan bumbu dan rasa menjadi salah satu restoran tujuan di Perancis. Menampilkan aneka kebudayaan Indonesia dan berbagai galeri tentang Indonesia di negara pada benua biru tersebut menambah rasa rindu mendalam pada tanah air mereka. Dari Restoran Tanah Air inilah juga kemudian persahabatan keempat eskil politik tersebut semakin erat, bahkan mereka bagai satu bagian tubuh, sama-sama saling membutuhkan, sama-sama saling merasakan. Restoran Tanah Air inilah juga yang menjadi saksi bagaimana akhirnya Dimas yang bercerai dengan Vivienne lantaran ditemukannya surat dari Melati Putih (Surti), saksi kedekatan Lintang Utara dan Naraya sebelum keberangkatan Lintang ke Indonesia, bahkan hingga cerita tentang bersih diri dan bersih lingkungan yang menjadi perbincangan hangat kedutaan besar Indonesia di Perancis. Restoran ini menjadi saksi bisu bagaimana pemerintah memperlakukan para ‘Warga Negara Indonesia yang dianggap sebagai eskil politik’, bahkan restorat ini dianggap sebagai sarang komunis.
Kisah pun berganti generasi tentang anak muda, Lintang Utara begitulah ia diberi nama. Anak perempuan Dimas Suryo yang tumbuh dengan cerita-cerita wayang, masakan khas nusantara, polemik politik yang melibatkan ayahnya, menjadi makanan sehari-hari bagi mahasiswi yang mengambil fokus bidang Sinematografi di Universitas Sorbonne tersebut. Kekasih dari Naraya seorang laki-laki yang dibesarkan dari keluarga ‘tidak bermasalah’ ini, akhirnya menuju Indonesia setelah bimbingan tugas akhirnya yang mengharuskan ia merekam bagaimana kehidupan para kerabat dan keluarga eskil politik yang dianggap terlibat dalam meledaknya G/30 S. Inilah yang kemudian mengantarkannya pada bumi asal mula kunyit yang biasa dipajang dalam toples ayahnya tersebut. Pertemuannya dengan Indonesia itu pun akhirnya menjadi cerita yang membuka semua kisah tentang Dimas Suryo, dan menjadi bentuk pertautan rasanya dengan Segara Alam.
Bersama Alam ia pun kemudian begitu akrab dengan Andini (Anak dari Aji Suryo adik Dimas Suryo yang hidup serba hati-hati dan memilih pada zona nyaman), Bimo (Anak dari Mas Nug yang tumbuh dengan Rukmini dan suami barunya yang juga merupakan aktivis militer), serta LSM Satu Bangsa dengan segala macam isi manusianya dan karakter yang begitu familiar baginya. Dapat dipastikan Lintang merasakan kenyamanan di Indonesia. Investigasi berupa wawancara pun dilakukan, berbagi narasumber yang sudah ditentukan berkat bantuan dari para pemilik Restoran Tanah Air mulai dipetakan, inilah yang kemudian menguak bagaimana posisi keluarga para tapol 1965, para pemberangus, dan beberapa tokoh politik Indonesia. Dalam Pulang yang ditulis oleh wartawan Senior Tempo ini pun menjadi rekam jejak perlakuan yang seharusnya patut diketahui oleh masyarakat. Ketakutan-ketakutan Surti atas nasib Kenanga, Alam dan Bulan pasca tertangkapnya Hananto Prawiro dan didudukkannya mereka bak tahanan yang ditanyai dengan satu pertanyaan sama, sikap Aji Suryo yang seolah ingin menjadi warga negara dalam posisi aman tetapi terlihat bijaksana, dan beberapa fenomena lain yang kesemuanya menyudutkan bahwa segala yang bersangkut paut dengan eskil politik dipersulit untuknya bahagia, bahkan hingga fenomena sulitnya mendapatkan pekerjaan dan dengan siapa ia harus menikah. Diskriminasi atas kesalahan yang belum tentu dilakukan. Itulah yang mungkin hendak disampaikan.
Tugas akhir Lintang yang menjadikannya begitu akrab dengan Indonesia itulah yang kemudian menghantarkan pada satu perasaan, ia seperti terlahir di sini. Perpaduan Indonesia – Perancis membuatnya merasakan nuansa yang berbeda setiap melewati segala likuk jalanan Jakarta. Ia pun menyempatkan diri mengunjungi Karet salah satu daerah di Jakarta yang membuat ia selalu merindukan ayahnya. Dimas Suryo yang sebelum melepas Lintang pergi ke Indonesia, begitu menyatakan bahwa nanti ia ingin bertemu Karet. Dimas pun akhirnya pulang dan Karetlah yang menjadi tempat istirahatnya selama ia pulang. Kepulangan yang didamba itupun tiba juga.

0 komentar:

Posting Komentar