Selasa, 05 Juni 2012

Urbanisasi: Estafet Menuju Perbaikan Pendidikan

Urbanisasi: Estafet Menuju Perbaikan Pendidikan
Oleh: Afifah Qodri Rinjani*
Pendidikan merupakan salah satu eskalator dalam mengubah garis kehidupan seeorang. Kalimat tersebut kiranya tepat mewakili sebuah fenomena betapa pentingnya pendidikan bagi semua. Pendidikan nyatanya merupakan cara ampuh sebagai tongkat estafet pemutus rantai kemiskinan. Iya benar, dari pendidikan maka seseorang bisa mengubah strata status sosialnya. Pendidikan ditujukan  bagi si kaya, si miskin, si pejalan kaki bahkan si pengendara merci, bagi yang duduk berjejal di emperan toko, sampai pada mereka yang duduk santai di sofa yang empuk, hal tersebut merupakan suatu fenomena yang mencerminkan pendidikan memanglah diperuntukkan bagi semua, tidak memandang status sosial bahkan ras maupun agama.
Berbicara mengenai pendidikan tidak lepas dari perannya sebagai salah satu fasilitator yang menciptakan kesejahterakan kehidupan masyarakat. Seperti kita tahu sekolah merupakan lembaga yang menjalankan sistem pendidikan. Sekolah merupakan salah satu ciptaan kaum intelektual yakni kaum empiris yang dirancang sedemikian rupa untuk suatu tujuan tertentu. Tujuan-tujuan tertentu tersebut kemudian diadaptasi dan diolah oleh suatu wilayah melalui pemerintahannya, untuk satu tujuan yang diperlukan wilayah tersebut. Salah satu tujuan dari pendidikan adalah sebagai fasilitator yang dapat meningkatkan taraf kehidupan masyarakat, atau bisa dibilang pelaku pendidikan itu sendiri. Hal tersebut seperti analisis dari sebuah teori yang dikemukakan oleh Djuju Sudjana (1996:31), ia menyatakan modal itu dalam dirinya sendiri yang tersirat dalam human capital theory, bahwa manusia merupakan sumber daya utama, berperan sebagai subyek baik dalam upaya meningkatkan taraf hidup dirinya maupun dalam melestarikan dan memanfaatkan lingkungannya. Jadi, sebagai pelaku yang menggunakan salah satu fasilitator yang bertujuan sebagai peningkat taraf kehidupan, manusia sudah bersimbiosis mutualisme dengan sistem yang memang diciptakan sebagai peningkat kesejahteraan masyarakat.
Pendidikan merupakan upaya manusia meningkatkan harkat dan martabat. Hal tersebut seperti pernyataan Rusli Lutan (1994), ia mengatakan pendidikan pada hakekatnya tetap sebagai proses membangkitkan kekuatan dan harga diri dari rasa ketidakmampuan, ketidakberdayaan, dan keserbakekurangan. Dari pernyataan Rusli Lutan tersebut dapat dianalisis, bahwa untuk membangkitkan kekuatan dan harga diri dari rasa ketidakmampuan, ketidakberdayaan, dan keserbakekurangan, manusia sebagai pelaku pendidikan dapat melakukan berbagai cara agar memperoleh pendidikan yang merupakan eskalator peningkat taraf hidup masyarakat. Cara-cara tersebut beraneka ragam, salah satunya adalah urbanisasi. Urbanisasi merupakan suatu kegiatan perpindahan penduduk dari desa ke kota atau bisa dikatakan juga perpindahan penduduk dari daerah kecil ke pusat pemerintahan. Kegiatan tersebut juga merupakan salah satu program pemerintah dalam upaya pengentasan kemiskinan atau peningkatan kemampuan finansial seseorang.
Korelasi antara pendidikan dan urbanisasi terlihat dari tujuan seseorang tersebut melakukan kegiatan urbanisasi. Urbanisasi seringkali dilakukan untuk menaikkan derajat kehidupan seseorang, terlebih untuk sekadar mendapatkan pendidikan yang layak. Seperti studi kasus yang dilakukan di Alun-alun Kota Malang awal April 2012. Salah satu objek studi kasus tersebut adalah seorang bapak penjual Tahu Sumedang berinisial (SN), ia melakukan urbanisasi dari desa terpencil di Kabupaten Sumedang ke Kota Malang bukan hanya sekadar untuk mendapatkan penghidupan yang lebih baik, dalam arti dapat mencukupi kehidupan keluarga, lebih dari itu ia mengatakan melakukan urbanisasi untuk menyekolahkan anak-anaknya, agar keturunannya dapat memutus rantai perekonomian keluarga yang kurang memadai.
Evidence konkret di atas menunjukkan bahwa seseorang akan melakukan berbagai cara untuk memperoleh pendidikan secara optimal. Bagi sebagian orang hal tersebut tidak dapat dipungkiri, mengingat tingkat kemakmuran satu kota dengan kota yang lain memanglah berbeda. Tingkat kemakmuran satu kota dengan kota yang lain sendiri, salah satunya dapat dilihat dari upah minimum regional (UMR) yang sudah ditetapkan suatu daerah tersebut. Walaupun tidak semua masyarakat merasakan dan mendapatkan UMR, karena tidak semua masyarakat merupakan pekerja sektor swasta.
Untuk suatu perbaikan dibutuhkan suatu tindakan. Begitu juga yang dilakukan oleh bapak berinisial (SN), ia melakukan urbanisasi karena merasa kurang sesuai dan  kurang nyaman jika harus stagnan dalam  posisi pra urbanisasi. Tuntutan biaya kehidupan yang semakin meningkat, meliputi kebutuhan sehari-hari hingga biaya sekolah anak, membuatnya mengambil tindakan urbanisasi. Di sini lagi-lagi pendidikan merupakan alasan untuk melakukan perbaikan taraf kehidupan seseorang. sama halnya ketika kita mengetahui fungsi dan tujuan dari pendidikan itu sendiri.
Sebagai civitas akademika yang mendalami dan konsentrasi program di bidang pendidikan, sudah tentu mendapatkan teori mengenai fungsi dan tujuan dari diadakannya pendidikan itu sendiri. Namun, sebagai civitas akademika yang dipersiapkan untuk terjun langsung ke masyarakat suatu saat nanti, penggalian dan implementasi dari teori yang didapat untuk mengkaji suatu hasil sistem pendidikan haruslah sering dilakukan. Hal tersebut dikarenakan agar calon pendidik lebih peka terhadap realita kehidupan sosial dalam bermasyarakat, terutama yang erat kaitannya dengan pendidikan, sehingga fungsi dan tujuan pendidikan yang telah diketahui teorinya dapat terimplementasi.
Pendidikan merupakan pilar utama pembangunan nasional. Pendidikan dapat mengubah segala aspek kehidupan, mulai politik, stabilitas keamanan, hingga ekonomi. Urbanisasi dengan konsep yang telah disediakan dan dengan struktural sistem yang bagus ternyata memiliki andil yang cukup besar dalam menyukseskan pendidikan bagi semua (education for all). Tidak hanya urbanisasi bagi pendidikan, bahkan sumbangsih pendidikan bagi tujuan urbanisasi itu sendiri. Banyak jalan menuju ke Roma, banyak hal yang bisa dilakukan untuk turut serta menyelesaikan benang merah pendidikan di Indonesia, bukankah begitu? 

* Penulis adalah Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Brawijaya 2011

0 komentar:

Posting Komentar