Selamat pagi untukmu makhluk Tuhan berabjad A. Pagi
ini sepertinya langit memberi pagi tanpa embun, terganti dingin, berbalut
mentari yang tak kunjung datang menyinari. Pagi ini sepertinya langit sedikit
muram enggan mendekat memberi warna embun yang tak lekas jatuh. Pagi seakan
membuta enggan mewarna bersama embun yang selalu menunggu untuk berpadu.
Samakah seperti perasaan kita yang lama-lama mulai enggan untuk saling memberi
warna? Entah yang jelas pagi dan embun kali ini seakan tak menyatu untuk itu.
Selamat pagi untukmu makhluk Tuhan yang hampir tiga
ratus enam puluh lima hari ini mewarnai hariku lebih, mewarnai hariku tanpa
pamrih, mencoba masuk dalam dunia kamuflaseku yang abstrak. Kamu begitu saja
masuk dalam setiap waktu sejak pertemuan kita yang begitu lugu, tanpa dibuat,
tanpa harus saling bertanya. Semua menetes alami seperti embun yang tak pernah menyuruh
daun untuk meneteskannya. Mungkin kita akan sama-sama heran, mengapa kita bisa
seperti embun dan pagi tanpa kesepakatan, atau mungkin kamu berpikir Tuhan
telah menyepakati pertemuan kita?
Selamat pagi untukmu makhluk Tuhan penyuka kemeja dan celana kain. Masih saja tentang kamu dan senyum yang hampir tiga puluh hari yang lalu kamu berikan untuku. Senyum itu seakan terhalangi oleh mendung, bahkan terkadang badai juga mencoba mencari celah untuk menggoyahkannya, bahkan menghapusnya. Apakah kita sama-sama masih mempertahankannya? Mempertahankan senyum yang kuberi dan kauberi. Senyum yang sama-sama kita beri dalam balutan pengorbanan waktu dan hati, senyum yang sama-sama kita maksudkan untuk menyenangi pertemuan kita. Pertemuan yang begitu cermat kuingat dalam memoriku. Pertemuan dengan berbagai rasa.
Selamat pagi untukmu makhluk Tuhan penyuka kemeja dan celana kain. Masih saja tentang kamu dan senyum yang hampir tiga puluh hari yang lalu kamu berikan untuku. Senyum itu seakan terhalangi oleh mendung, bahkan terkadang badai juga mencoba mencari celah untuk menggoyahkannya, bahkan menghapusnya. Apakah kita sama-sama masih mempertahankannya? Mempertahankan senyum yang kuberi dan kauberi. Senyum yang sama-sama kita beri dalam balutan pengorbanan waktu dan hati, senyum yang sama-sama kita maksudkan untuk menyenangi pertemuan kita. Pertemuan yang begitu cermat kuingat dalam memoriku. Pertemuan dengan berbagai rasa.
Selamat pagi untukmu makhluk Tuhan yang selalu kusebut
‘kakak’. Banyak hal yang mencoba tanpa lelah untuk mengalihkan bahkan
menjatuhkan perasaan ini. Tapi kebijaksanaan dalam menanggapi rasa abstrak itu
adalah jawabannya. Kita ada bukan untuk saling memberi tuntutan dan menebar
rasa ketidaknyamanan, melainkan kita ada untuk saling belajar dan memberi makna
terbaik dalam hidup. Membahagiakanmu bukan berarti selalu ada dalam nyata, tapi
bagiku membahagiakanmu adalah menjadikan hidupku berarti karena kamu tiada
henti mengajariku cara berbuat baik. Bukankah yang baik akan bertahan lebih
lama? Bahkan tiada rantai pemutusnya. Kamu tidak pernah sia-sia ada, kamu bukan
maya, kamu begitu dekat saat aku bercakap-cakap dengan pencipta kita.
Untukmu yang selalu mengatakan aku seorang melankolis
dan sensitf.
Aku mulai merasakan kebenarannya.
0 komentar:
Posting Komentar