Kemarin saya
datang ke perpustakaan Kota Malang bersama adik kelas saya saat SMP. Saat ini ia
menjadi adik tingkat saya di Universitas Brawijaya. Kami sering berkomunikasi walaupun
kami berbeda fakultas. Mungkin karena akhir-akhir ini ia sering bersama saya
selama di Malang. Ia bernama Beti.
Lanjut
bercerita, ini adalah kali pertama saya kembali ingin melanjutkan kebiasaan
yang menyenangkan, yakni menghabiskan waktu di perpustakaan. Biasanya kegiatan
tersebut lebih menyenangkan ketika saya berangkat dan pulang dengan mengayuh
sepeda kesayangan saya. Namun kali ini berbeda, saya membonceng adik tingkat
saya dengan sepeda motor.
Saya mulai
memanjakan mata saya dengan deretan buku biografi tokoh-tokoh ilmu sosial. Masih
saya ingat saat itu saya ingin sekali meminjam buku biografi dari presiden
pertama NKRI bapak Soekarno. Entah mengapa tiba-tiba saya ingin membaca
buku-buku yang mengulas tentang beliau. Mungkin hal tersebut dikarenakan saya
pernah menjadi oderator seminar, dan pembicara tersebut memberikan kata-kata
penutupan yang bersumber dari salah satu tulisan bapak Soekarno.
Namun keinginan
tersebut tiba-tiba saya urungkan. Saya langsung berlanjut menjajaki deretan
buku fiksi. Tidak berlama-lama saya langsung menuju ke deretan sastra lama.
Saya begitu menyukai karya-karya fiksi seperti, roman, novel, dan sejenisnya
yang ditulis oleh para sastrawan luar biasa seperti Pramoedya Ananta Toer, NH
Dini, Muchtar Lubis, Korrie Layun Rampan, dan lain-lain. Tiba-tiba pandangan
saya tertuju pada novel Korrie Layun Rampan yang berjudul Lingkaran Kabut. Sekilas terlihat buku terbitan lama, koleksi
terbatas, dan tiba-tiba memmunculkan suatu tanda tanya dalam diri saya. Tidak
berlama-lama saya langsung membaca sinopsis yang ada di belakang sampul. ‘Menarik’,
satu kata yang mewakili perasaan saya saat itu.
Singkat
cerita, novel tersebut dapat saya bawa pulang dan akhirnya saya baca. Tidak
saya sangka, karya tersebut menceritakan tentang suatu hal yang begitu kompleks,
seakan-akan mengajak saya untuk menyelami lebih dalam mengenai suatu hal yang
akhir-akhir ini sedang saya rasakan. Karya Korrie tersebut juga memberikan
wawasan yang luar biasa tentang suatu hal yang cukup saya butuhkan akhir-akhir
ini.

Cerita apakah
sebenarnya yang terdapat dalam Lingkaran
Kabut tersebut? Masih rahasia, saya sedang proses penyelesaian membaca
novel tersebut. Namun tidak dapat dipungkiri cerita yang disuguhkan memang
sangat menarik.
Saya menemukan
percakapan menarik dalam buku Korrie tersebut. Percakapan antara ayah Risda dan
Risda (tokoh utama). Percakapan tersebut benar-benar membuat saya semakin terbuka
dalam berpikir.
Berikut penggalan percakapan tersebut:
“Kamu menyukai
Rusdi, Rida?” Ayah berkata di suatu senja.
“Mengapa Ayah
bertanya Risda menyukai?”
“Kalau
menyukai, Risda harus memelihara rasa suka. Jangan seperti memukat. Pemuda
punya hati, bukan seperti ikan yang tak berdaya di dalam jalan.”
“Risda tidak
menjala, Ayah”
“Bergaul dan banyak kawan tak jadi
persoalan. Tetapi memilih pemuda untuk berdekatan, jangan sembaran.”
“Jadi kalau
Risda menyukai Rusdi?”
“Kalau menyukai lebih dari kawan biasa, memeliharanya harus istimewa.”
Membaca
percakapan tersebut, tiba-tiba saya tersenyum, saya terdiam dan berpikir, lalu
saya menutup novel tersebut. Saya putuskan untuk menganalisis suatu hal yang
sedang saya rasakan. Apakah itu? Entahlah, saya masih suka menjadi rahasia.
Malang, Dua
Puluh Enam Agustus Dua Ribu Dua Belas.
Hari pertama
tanpa apa kabar darimu.
0 komentar:
Posting Komentar