Terima kasih makhluk Tuhan berabjad awal A. Ini hari ke tiga
ratus sebelas pertemuan kita. Hari ini masih pagi. Tiba-tiba aku ingin berkisah
tentang pagi. Pagi adalah waktu di mana pertama kali kita bertatap. Pagi itu saat
kita bertatap masih dalam balutan musim hujan. Saat pagi itu pula aku dan kamu
bagai dua makhluk asing. Dalam pagi itu pula sepertinya ada yang berbeda,
entahlah...
Bertemu denganmu adalah Takdir. Itu yang masih aku yakini
hingga pagi ini. Bertemu denganmu bukanlah suatu kebetulan. Itu yang masih tak
pernah aku pertanyakan pada Tuhan. Bertemu denganmu adalah titik ubah yang tak
biasa. Itu yang membuatku tak mudah gampang menyerah. Bertemu denganmu adalah
cerita. Itu yang tak jarang memacu aku untuk semangat berkarya.
Cerita kita mungkin masih dalam rasa diam. Diam tanpa
mengadu, diam tanpa saling bilang, diam tanpa saling merasa. Entah apa yang
kita pikirkan, entah apa yang kita rasakan, entah apa yang kita jalani, dan
entah sampai kapan semua ini akan bermuara. Kita pernah saling bertemu, kita
pernah saling sapa, kita pernah saling malu menatap, kita pernah duduk dalam
satu jajar, kita pernah saling memberi kabar, kita pernah saling menuntut walau
itu dulu, kita pernah saling sakit, kita pernah saling tidak percaya. Lalu kita
pun pernah saling bermanja (tanpa saling bicara), kita pernah saling bercanda ,
kita pernah saling rindu (walau jarang sekali terutarakan), dan aku pernah
sesekali merasakan kamu menggenggam tanganku untuk sekadar melindungiku dari
kerumunan, aku pun pernah merasakan kepalamu bersandar di bahuku ketika kamu
lelah, dan aku pun pernah merasakan kamu begitu menyenangi pertemuan kita. Itu
semua pernah terjadi dalam tiga ratus sebelas hari pertemuan kita.
Terima kasih makhluk Tuhan berabjad awal A. Kamu tak jarang
mengajariku untuk selalu bekerja keras. Kamu tak jarang mengajariku untuk
selalu percaya pada keputusan Tuhan. Kamu tak jarang mengajariku untuk tidak
berharap pada kisah yang kita jalani. Kamu tak jarang mengajariku untuk
bersikap bahagia dalam diam. Kita mungkin abstrak dalam setiap percakapan, tapi
aku percaya rasa itu masih ada dan selalu ada. Aku percaya rasa itu tak beku
walau musim mulai berganti. Aku percaya terkadang kita harus melewati batas
tersulit sebelum memulai pada titik permulaan.
Terkadang aku berpikir, mengenalmu saja sudah cukup. Tapi tak
jarang pula aku berpikir, tanpa cerita kita selama tiga ratus sebelas hari ini
adalah hambar dalam rasa. Mungkin memang kita saling butuh, itu mengapa kita
setiap hari saling datang. Entah dari mulai titik ini, apa yang akan terjadi. Aku
hanya ingat saat itu kau bisikan dengan samar di telinga kananku, ‘kita lihat
saja nanti’. Makhluk Tuhan berabjad awal A kamu memang selalu mengawali, kamu
memang selalu menjadi yang pertama setiap pagi.
0 komentar:
Posting Komentar