Sabtu, 08 Desember 2012

Masih bolehkan Tuhan?

KANGEN 
WS RENDRA
Kau tak akan mengerti bagaimana kesepianku
menghadapi kemerdekaan tanpa cinta
kau tak akan mengerti segala lukaku
kerna luka telah sembunyikan pisaunya
Membayangkan wajahmu adalah siksa
Kesepian adalah ketakutan dalam kelumpuhan
Engkau telah menjadi racun bagi darahku
Apabila aku dalam kangen dan sepi
itulah berarti
aku tungku tanpa api

Aku juga merindumu dalam genggaman jemariku yang meraut jemarimu dalam bingkai foto klise. Aku juga masih merindumu, iya kamu, siapa lagi. Merindu dalam setiap ingatanku tentangmu. Merindu dalam setiap menyimak lagu yang pertama kita dengarkan. Merindumu dalam buliran air mata yang tiada lelah mengiringimu dalam pergi.

Aku tidak dapat mengandaikan bagaimana aku sekarang tanpamu. Aku tidak dapat mengandaikannya. Aku begitu bungkam atas setiap terjal cerita yang kita kehendaki sendiri, semua begitu berat untuk diungkapkan. Seberapa jauh jarak kita? Seberapa lama tatapan mata kita tak saling bersua bahkan beringin dalam angannya? Semua itu terlalu lama dan mengepal menjadi air mata.

Aku tidak lagi tahu bagaimana caraku mengatakan semuanya. Semua begitu saja mengalir, entah dengan atau tanpa rasa. Semua melebur dalam dramatika kisah kita yang begitu sulit untuk saling diceritakan. Sampai-sampai kita saling diam bukan? Iya diam, melihat bagaimana rasa menjalankan setiap organnyam melihat bagaimana rasa menempatkan condongnya dengan mandiri. Bukankah kita tak pernah ikut campur atau ingin menggenggamnya? Iya menggenggam tanpa ingin terlepas, aku dan kamu tak pernah ingin melakukan itu.

Pertemuan genap kita yang diakhiri dengan usapan air mata dari jemarimu bukanlah satu dari sekian babak yang aku inginkan. Aku masih menginginkan pertemuan ganjil selanjutnya, genap selanjutnya. Aku ingin kita saling ada dalam segala bentuk rupa, entah nyata atau maya. Aku masih ingin membisikan beberapa frasa ke gendang telingamu. 

Ceritamu masih kutunggu. Iya cerita tentang Habibi yang makan tiga kali sehari. Cerita yang kamu utarakan padaku saat aku tidak teratur makan. Cerita itu masih terpotong bukan? Lalu ajakanmu untuk makan dengan masakan kita sendiri pasca kita buka puasa bersama di Hoka-hoka bento, iya kamu utarakan itu setelah aku tidak bisa memakai sumpit saat hendak makan masakan jepang, lalu tiba-tiba dagingnya melompat ke arah salah satu pengunjung seperti telenovela, kamu masih ingat bukan? Aku sudah mempersiapkan buku resep masakan untuk agenda itu, agenda masak bersama kita.  Aku ingin memasak untukmu. Semua ini tentangmu, iya kamu. Siapa lagi?

Saat ini mungkin kita menjalani siklus lelah, siklus bosan, siklus yang tidak pernah kita harapkan. Tapi masih bolehkah aku percaya kita mampu melaluinya? Kita tidak akan pernah tahu bagaimana takdir kita, tapi TUHAN MASIH MEMPERBOLEHKANKU UNTUK MEMINTA SEGALA, entah bagaimana sekarang kita? Kita yang hanya bisa saling diam.

Terima kasih rasa...
Kamu sudah memberi warna yang tidak kutahu akhirnya...

(Malang, delapan desember dua ribu dua belas)

#Jiwaku-My Girl My Women My Friend.

0 komentar:

Posting Komentar