Jumat, 10 Mei 2013

Cerita Sore (Episode Kebebasan)

Kebebasan itu seperti terbang. Bebas mengawang dalam segala dimensi. Bebas kapan saja ke kanan, ke kiri, ke depan, ke belakang, berputar, mengambang, dan semua kosakata yang mengarah pada nafas yang lega. Kebebasan itu kompleks. Bukan kompleks menciptakan, bukan kompleks memangku beban, bukan pula kompleks berpikir pelik, melainkan bebas itu bernafas tanpa batas, tanpa melampaui syukur.

Bagiku berkutat dengan ketidakbebasan adalah melalui hidup dengan terikat. Terikat dengan segala aturan yang terbuat sendiri. Dalam konteks ini terlepas dari kepercayaan dan sosial dalam hidup. Aku tak sedang membicarakan terkait dua poin tersebut. Bebas di sini aku juga tak ingin seperti burung yang terkadang lupa bagaimana cara pulang. Aku tak ingin menyamakannya dengan apapun dan siapapun. Aku hanya ingin kebebasan.

Kebebasan itu bebas bercita, bebas berkarya, bebas menentukan jalan, dan bebas menentukan arah hidup. Bagaimana akhirnya aku lebih memilih kebebasan dari pada selalu terikat dengan aturan yang terbuat sendiri, bukan sebab, bukan pula inginan. Aku hanya ingin bebas meminum air kelapa di pinggir pantai yang tenang bersama angin dan bersama cinta Tuhan. Kebebasan itu, dan masih aku agungkan.

Melewati kebebasan tanpa cinta itu tak mungkin. Bukan, bukan tentang cinta yang mengarahnya pada lawan jenis. Lebih dari itu, aku ingin semakin bebas dengan cinta yang kutebar pada setiap aspek kehidupan yang membutuhkan. Bagaimana bisa pikiranmu sempit bahwa cinta hanya untuk laki-laki pada perempuan, perempuan pada laki-laki, bahkan kepada sesama jenis sekalipun. Terlalu dangkal, aku ingin memaknainya secara bebas. Iya, dengan kebebasan yang entah bagaimana mereka artikan.

Dan sekali lagi ini awal aku bercerita tentang kebebasan. Aku bebas bagaimana menerjemahkan hidup. Aku bebas bagaimana berjuang dengan segala caraku sendiri. Aku ingin berhenti dari setiap hal yang membuatku tak bebas. Termasuk kebebasanku tentang bercerita.

0 komentar:

Posting Komentar