Selamat pagi kotaku yang masih
memesona. Aku kembali pagi ini bersamamu dalam rasa yang berbeda. Iya, berbeda
dari sekitar hampir dua bulan yang lalu saat aku mengunjungimu. Bersama
rasa-rasa asing yang menggelayuti akhirnya aku dapat bersua denganmu kotaku
yang penuh cerita. Sempat aku berpikir bagaimana jika Jokowi saja yang memimpin
dirimu saat ini, tentunya dengan harapan jalan-jalan yang merusak onderdil
kendaraan itu segera mulus seperti jalan Tol Porong-Surabaya, museum, sisa
benteng yang tersisa terselamatkan dan tak punah, dan kemajuan dalam bidang
pertanian pun dapat dirasakan oleh para petani yang bekerja tanpa lelah dan
henti. Itu mimpiku pada kotaku.
Hei kotaku, aku pulang bersama
sosok baru yang begitu berbeda denganku. Ia pernah menebak kehadiranku dengan
kata kunci aku sedang mencari yang berbeda, entah benarkah atau tidak bukan
menjadi suatu jawaban pasti yang harus aku katakan. Ini dinamika, ada kalanya
memang alam yang pantas menjawab. Aku seperti bahagia. Aku seperti merasa bahwa
mimpi-mimpiku akan semakin dekat.
Kadang aku seolah tak peduli
bagaimana ia dengan perempuan yang bersamanya. Aku tak pernah berpikir mereka
akan berpisah. Bukankah alam masih mengajarkan bahwa berbagi kebahagiaan
merupakan satu dari sekian amal yang sangat dicintai Tuhan? Tentulah ketika
mereka bahagia kemudian ternyata Tuhan memberiku takdir yang lebih baik maka
kita akan bersama-sama saling bahagia? Bahagia itu kemudian melebur dan kita
akan menua bersama dengan kebahagian. Ini hanya dramatisasi mimpi yang
pantasnya tak perlu terpublikasi sepagi ini. Itu nanti, bukan sekarang.
Kotaku, aku ingin mengenalkan
sosok baru itu kepadamu melalui setiap kebaikan yang muncul pasca aku merasa
pertatutan itu ada akhirnya, kapankah itu? Entahlah. Kini aku dan ia masih
sama-sama sedang menyelesaikan cerita kita masing-masing. Seperti sosok fiksi
yang digadang-gadang akan menemani tuaku dan tuanya nanti. Kita hanya bisa
sama-sama saling merapal doa, saling sama-sama meraih cita, saling sama-sama
menghadapi lara, liku, duka bersama. Iya, saat ini kita memang sedang bersama
dalam kasih Tuhan. KasihNya melebur dalam setiap percakapan kita yang masih
jauh, namun kita mulai mempermainkan rasa, kita merasa rasa itu harus
diikutserakan. Kita mengenal dengan saling tidak sengaja, kemudian bertukar cerita
dan mimpi tentang asa, kemudian berinteraksi tanpa rasa dan akhirnya merapat
dengan lekukan lara dan duka. Aku masih berharap esok akan ada cerita baru yang
lebih membahagiakan.
Entah rasa apa ini, aku masih
bermunajat ini rasa yang menyenangkan. Bukankah kamu juga begitu My Engineer?
Kota Awalku, Empat pada bulan
kedua masehi dua ribu pasca dua ribu dua belas.
0 komentar:
Posting Komentar