Rabu, 06 Februari 2013

Selamat Pagi, Aku Bukan Lagi Embun

Hei kamu, apa kabarmu hari ini? Kotaku cerah pagi hingga siang ini, entah sore nanti. Tahukah kamu? Aku mulai merasa kamu seakan mulai mengikuti alurku dalam berkomunikasi akhir-akhir ini, seakan menghindari memberi feedback di seperempat malam walaupun kita saling berjaga untuk memohon melalui doa. Iya, apakah kamu juga mulai merasa?

Pagi ini aku bersama keluarga berkumpul pra melakukan aktivitas kami masing-masing. Seperti biasa momen ini kami gunakan untuk saling bercerita, iya bercerita tentangku saat ini dan nanti aku di masa depan. Banyak hal yang membuat otak kami saling terisi, tentunya berisi tentang hal-hal yang memberikan banyak stimulus baru untuk saling berbenah. Aku juga menceritakan tentang kegiatan baruku saat ini, dan akhirnya ini yang aku tunggu, memasukan cerita-ceritamu dalam setiap percakapan kami.

Aku seperti berapi-api menceritakan tentangmu. Tidak ada yang kulebihkan, tidak ada yang kukurangkan, semuanya kuceritakan dengan nyatanya di lapangan. Aku seperti seakan mulai menanamkan sosok baru dalam kehidupan kami, iya kehidupanku bersama keluargaku. Ini yang pertama dan sepertinya masih banyak rahasia yang membuatku berjiwa membara untuk tahu dan mengetahui.

Pasca empat kali doa bersama kita lakukan, aku seperti menjadi sosok yang tiada henti ingin bercerita tentangmu. Aku bukan lagi embun yang tak cukup berani untuk menjadi hujan walau tak mungkin. Tak cukup berani menjadi sumber mata air walau hanya khayalan. Dan aku yang tak cukup berani mendahului daun untuk tetap bisa hidup. Aku bukan lagi embun, iya pasca aku mengenalmu. Iya, kamu. Jangan menoleh ke kanan kirimu, hanya kamu. Aku sedang berbicara denganmu.

Entah bagaimana Tuhan akhirnya mempertemukan kita. Aku tidak ingin waktu yang lebih cepat, aku menerima kapan saja Tuhan akan mempertemukan kita. Bukankah jika bukan prioritas kita, maka adanya kamu bagiku dan adanya aku bagimu adalah penghalang masa depan? Iya penghalang yang secara cerdas akan meracuni otak-otak kita dengan rasa-rasa abstrak yang seringkali membuat kita bimbang. Tapi tidak, hadirmu bukan benalu. Kamu seperti tunas yang nantinya akan banyak membuatku merasa lebih berguna dan lebih ada. Aku bukan lagi embun itu karenamu.

Sepuluh lewat lima belas, hari baru di kotamu dan kotaku.

0 komentar:

Posting Komentar