Kamis, 07 Februari 2013

Selamat Malam, Aku Gamang

Akhirnya aku tersendat menyelesaikan semua cerita-cerita yang kamu minta. Iya ceritamu dengan perempuan yang katamu istimewa itu. Aku seakan tak menemukan bagaimana akhir cerita yang akan terjadi. Aku tak tega membubuhkan akhir yang tidak menyenangkan, karena awal sebelum aku berbagi tujuh hari yang lalu aku begitu bersemangat untuk menyelesaikan ceritamu dengannya sesuai apa yang kamu minta. Iya kamu memintaku untuk memberi akhiran yang menyenangkan. Aku ingin berbisik, sinilah “lalu aku bagaimana?”.

Seakan bodoh bertanya padamu dengan pertanyaan lugu seperti itu, harusnya memang tak aku tanyakan padamu. Aku kini seperti kupu-kupu yang tak lelah mengitari bunga Matahari, aku seperti hanya berani melihatmu sedang meneguk serbuk indah dari bunga matahari yang lain. Kini aku tak akan bertanya bagaimanakah aku. Jawaban itu termuat utuh pada beberapa frasa yang pernah kamu publish di akun jejaring sosialmu. Aku membacanya beberapa hari yang lalu.

Hei kamu, iya kamu. Jangan menjauh, tenanglah aku sedang tidak terluka, kamu jangan takut. Bukan, bukan karena aku tak punya rasa sakit. Bukankah dengan melihatmu saat ini bahagia harusnya hatikupun demikian, bukankah dengan melihatmu seakan mulai memiliki mimpi-mimpi lagi, aku harus lebih membuatmu dan ia dekat. Iya, kedekatan seperti yang kamu harapkan, aku akan mengirim doa untukmu dari kotaku.

Satu tindakan dariku yang kamu anggap baik adalah baikku dan baikmu, bukan hanya baikmu. Bayangkan saja, jika pagi tadi aku belajar membuat kue kering untukmu apakah itu hanya untuk membahagiakanmu? Tentu tidak, aku berharap satu resep yang bisa aku berikan nyatanya padamu dapat juga kubagi kasihnya pada mereka, iya sesama makhlukku. Bukankah itu juga membahagiakan mereka? Bukan hanya kamu, walau kadang beharapnya kamu lebih dahulu. Entahlah...aku mulai abstrak kali ini.

Aku mendaki dan terus mendaki, aku tak ingin tengok ke belakang untuk memastikan apakah kamu sebenarnya masih ada untuk mengiringi. Aku harus terus mendaki hingga puncak bukan? Katamu aku harus percaya, bagaimanapun jalannya kita, bagaimanapun arahnya kita, jika tujuan sama dan pencipta mengiyakan kita akan bersama-sama bertemu di puncak kemudian saling membahagiakan. Aku masih percaya, bagaimanapun nanti.

Aku sedang tidak menunggu apapun...
Tidak juga kamu bahkan tiga ratus lima puluh enam dikali lima hingga tujuh aku masih di sini. Aku gamang malam ini, aku tak akan menua sendiri bukan?

TIDAK, bisik Bintang.

Enam bulan kabisat pasca dua ribu dua belas. Dua puluh satu angka tiga belas. 

0 komentar:

Posting Komentar