Akhirnya aku tersendat
menyelesaikan semua cerita-cerita yang kamu minta. Iya ceritamu dengan
perempuan yang katamu istimewa itu. Aku seakan tak menemukan bagaimana akhir
cerita yang akan terjadi. Aku tak tega membubuhkan akhir yang tidak
menyenangkan, karena awal sebelum aku berbagi tujuh hari yang lalu aku begitu
bersemangat untuk menyelesaikan ceritamu dengannya sesuai apa yang kamu minta.
Iya kamu memintaku untuk memberi akhiran yang menyenangkan. Aku ingin berbisik,
sinilah “lalu aku bagaimana?”.
Seakan bodoh bertanya padamu
dengan pertanyaan lugu seperti itu, harusnya memang tak aku tanyakan padamu.
Aku kini seperti kupu-kupu yang tak lelah mengitari bunga Matahari, aku seperti
hanya berani melihatmu sedang meneguk serbuk indah dari bunga matahari yang
lain. Kini aku tak akan bertanya bagaimanakah aku. Jawaban itu termuat utuh
pada beberapa frasa yang pernah kamu publish di akun jejaring sosialmu. Aku
membacanya beberapa hari yang lalu.
Hei kamu, iya kamu. Jangan
menjauh, tenanglah aku sedang tidak terluka, kamu jangan takut. Bukan, bukan
karena aku tak punya rasa sakit. Bukankah dengan melihatmu saat ini bahagia
harusnya hatikupun demikian, bukankah dengan melihatmu seakan mulai memiliki
mimpi-mimpi lagi, aku harus lebih membuatmu dan ia dekat. Iya, kedekatan
seperti yang kamu harapkan, aku akan mengirim doa untukmu dari kotaku.
Satu tindakan dariku yang kamu
anggap baik adalah baikku dan baikmu, bukan hanya baikmu. Bayangkan saja, jika
pagi tadi aku belajar membuat kue kering untukmu apakah itu hanya untuk
membahagiakanmu? Tentu tidak, aku berharap satu resep yang bisa aku berikan
nyatanya padamu dapat juga kubagi kasihnya pada mereka, iya sesama makhlukku.
Bukankah itu juga membahagiakan mereka? Bukan hanya kamu, walau kadang
beharapnya kamu lebih dahulu. Entahlah...aku mulai abstrak kali ini.
Aku mendaki dan terus mendaki,
aku tak ingin tengok ke belakang untuk memastikan apakah kamu sebenarnya masih
ada untuk mengiringi. Aku harus terus mendaki hingga puncak bukan? Katamu aku
harus percaya, bagaimanapun jalannya kita, bagaimanapun arahnya kita, jika
tujuan sama dan pencipta mengiyakan kita akan bersama-sama bertemu di puncak kemudian
saling membahagiakan. Aku masih percaya, bagaimanapun nanti.
Aku sedang tidak menunggu apapun...
Tidak juga kamu bahkan tiga ratus
lima puluh enam dikali lima hingga tujuh aku masih di sini. Aku gamang malam
ini, aku tak akan menua sendiri bukan?
TIDAK, bisik Bintang.
Enam bulan kabisat pasca dua ribu
dua belas. Dua puluh satu angka tiga belas.
0 komentar:
Posting Komentar