Akhirnya kita berjumpa. Iya,
berjumpa dalam nuansa yang bercampur rasa. Nuansa yang tiba-tiba membuat kita
merasa menjadi lain. Bukan lagi aku dengan beraniku dan kamu dengan beranimu,
melainkan rasa dag dig dug yang selalu memburu-buru dalam setiap kontak kita.
Aku ingat aku memperlakukanmu seperti di bandara, dengan gelagat seorang
pembantu desa aku mendatangimu dengan malu-malu membawa kertas merah muda yang
menanyakan namamu.
Semua itu terasa lugu, begitu
saja terjadi. Aku seakan berani meremas-remas kertas merah muda itu di depanmu,
bukan apa-apa. Hanya malu dan rasa tak karuan ini sedang merajai hatiku yang
berdetak tak tentu. Aku tak percaya, aku bisa bertemu denganmu di kotamu yang
sama lugunya dengan kotaku.
Kita bersama tak terlalu lama,
tidak lebih dari lima jam namun begitu bermakna. Iya, bermakna bagi aku
terutama, entah kamu apalagi kita. Aku pikir kita menikmati setiap jelajah
pertemuan ini. Kita seakan masuk dalam dunia beda kita, kamu dalam duniaku yang
suka berfantasi dan rempong dalam bahasa bencong, aku dalam duniamu yang begitu
keras namun inspiratif. Aku suka semua ini, aku suka kita.
Entah apa yang menggelayuti
setiap rasa. Aku berusaha mengalihkan dan aku berusaha tak menebak. Aku
bercerita kamu menyimak, kamu bercerita aku lebih antusias menyimak. Hanya
canda-canda kecil yang menjadi latar dalam setiap adegan yang kita lakukan. Iya
adegan aku menatap jendela, dan kamu yang serasaku ingin melihatku lebih lama.
Aku pun terkadang demikian dalam setiap diamku. Kita seperti remaja, walau
hanya dalam setiap rasa yang kita punya.
Semua beralih lirih dan akhirnya
sunyi. Kita harus menghentikan pertemuan kita. Entah apa yang ada dalam benak
kita masing-masing, aku seperti tak ingin lelah untuk dapat memperjuangkan
cerita ini. Iya cerita yang katanya nyata tapi entah terasa ataukah tidak.
Dengan berjuang aku merasa hidup, hidupku memang bukan kamu, tapi kamu satu
dari sekian alasan mengapa aku masih bertahan hidup.
Terima kasih untuk setiap cerita
dan satu carik kertas gambar penuh makna.
Kamu mulai bisa mengimajinasikan
namaku.
Dengan kasih...
Tanpa nama.
Kota yang ingin kamu kunjungi,
sepuluh bulan dua kabisat tahun masehi.
0 komentar:
Posting Komentar