Selasa, 15 Mei 2012

But not as sweet as you

Tentang pagi yang menanti matahari
Tentang senja yang menanti bintang
Tentang embun yang menanti giliran menetes pada ranting yang diam
Tentang goresan ini yang menanti kau baca (Embun Jingga)

Jika ada yang berkata pertemuan adalah takdir Tuhan, mungkin benar jika akhirnya aku harus percaya. Jika ada yang berkata dalam pertemuan tersirat banyak rahasia, lagi-lagi benar jika aku harus menganggukkan kepala. Jika ada yang berkata pertemuan tidak selamanya berakhir dengan apa yang kita inginkan, hatiku masih diam meresapi, benarkah?

Pagi ini aku berjalan lebih jauh saat berangkat mengemis ilmu di salah satu fakultas termuda pada salah satu perguruan tinggi ternama di nusantara. Jarak yang bisa ku tempuh dengan sepuluh menit saja bisa menjadi dua kali bahkan empat kali lipat lebih jauh. Aku pun tak berjalan cepat agar lekas sampai kemudian duduk rapi di dalam kelas. Aku pun memperlambat langkahku sejengkal demi sejengkal, agar tak lekas menjadi pemandangan teman-teman di kelas seperti biasanya saat aku masuk dan meneriakkan salam khas di dalam kelas.
Aku begitu menikmati setiap perjalanan yang ku tempuh. Perlahan dan sangat pelan, sesekali ku berhenti dan menengadahkan tanganku ke langit, namun sebelumnya ku lihat terlebih dahulu jalanan kecil yang ku lewati sepi atau ramai, jika sepi barulah ku berani melakukan hal konyol itu. Ku tutup mataku kecil, ku tersenyum lalu mengucapkan harapan terbesar kedua pagi ini. Ku lakukan itu lebih dari sekali di beberapa titik henti yang ku fokuskan. Aku benar-benar berharap, itu yang ku catat dalam memori terbatasku ini.


Tentang dia dan sekelumit rasa yang abstrak. Kalem dan bertutur kata halus, itulah kesan pertama saat aku menjumpainya di salah satu gedung kebanggan di universitas ini. Iya, universitas ternama di nusantara. Hari itu entah mengapa segalanya terasa bersahabat. Dimulai saat dia menghampiriku dengan tiba-tiba, tak perlu kuceritakan pada kegiatan apakah itu. Lagi-lagi aku masih malu. Tiba-tiba udara di ruangan yang kami tempati terasa sejuk, dan saat dia duduk di sebelahku semuanya terasa teduh. Lagi-lagi aku memastikan persahabatan alam dan aliran sengatan sinar dari kata hati.
Entah apa ini, segalanya terasa bukan abu-abu lagi. Ada dia, ada aku, ada mereka yang menyaksikan pertemuan kami. Pertemuan tentang hati yang sama-sama tak tahu menahu. Pertemuan tentang raga yang entah jiwanya berkata apa. Namun yang pasti saat itu hatiku gembira. Setiap patah kata yang terlontar terasa logis dan sistematis, mungkin ini efek si dia yang sesekali menebar senyum kecilnya, walaupun bukan padaku saja.
Terasa cepat, pertemuan ini terasa hanya beberapa detik saja. Aku masih ingat ketika dia menyebutkan beberapa kata yang tidak asing lagi di telingaku, tentang kata-kata yang tersusun seperti nada yang menciptakan lagu. Tentang kami, mungkin itu judul yang tepat. Mengapa kami? Belum tentu dia merasakan hal yang serupa. Bisa saja malah tidak sama sekali. Astagaaaa... berpikir apa aku Tuhan.
Dia melangkahkan kakinya selangkah demi selangkah, aku amati, aku ringkas berapa kali dia bergeraka dalam setiap meter per detik. Aku sedikit menghafalkan dentuman bunyi sepatu hitamnya yang terlihat tepat berada di kaki makhluk Tuhan yang ada di depanku itu. Sungguh, setiap langkahnya bukan untuk dikagumi, melainkan untuk diamati kapankah arah sepatu itu tidak membelakangiku, melainkan berjalan ke depan tepat menghampiriku. Apa-apaan ini, pikiranku sudah kacau mungkin.
Pertemuan itu berulang, tidak hanya sekali, entahlah berapa kali, cukup kami dan mereka yang tahu serta menjadi saksi yang akan terbungkam jika waktu tak mampu bertanya. Tidak singkat, bagiku setiap satu menit kedipan matanya adalah sepersekian jam lamanya. Tidak singkat, bagiku setiap langkah kakinya yang melawan arah kata hatiku adalah sepersekian kali suasana menolakku dan tidak sependapat. Tidak singkat, bagiku lewat di sampingnya adalah satu dari sekian banyak mimpiku yang belum ku tulis, dan aku memerluakan waktu lebih dari enam ribu tujuh ratus enam puluh empat hari untuk mendapatkan kesempatan itu. 
To be continued...

Dengan Kasih...
"Embun Jingga"

4 komentar:

  1. kok tulisan anak Bahasa Indonesia gni??
    #datar sekali hehe

    BalasHapus
  2. Sippp!!!
    Ini yang saya minta.
    Terimakasih menjadi masukan.

    To be continued#

    BalasHapus
  3. Pipppp...
    Ampun dah!!!
    Cerita paling keren dari kamu yang pernah aku baca.
    #Kirim ke Bintaro!!!!

    BalasHapus
  4. Tulisanku dikomeni arek STAN rekkk:)
    Tu baca komen atas kamu, 'masih datar'
    Sek belum dibilang bagus dan, sek sinau iki.

    BalasHapus